Laporan Wawrtawan Grid.ID, Septiyanti Dwi Cahyani
Grid.ID - Masih ingat dengan Gesang?
Semoga masih, ya.
Apalagi di era millennials ini yang rasanya sudah semakin jauh dengan orang-orang hebat yang pernah hidup di masa lalu.
Sebut saja Gesang Martohartono atau yang lebih dikenal dengan nama Gesang.
Pria kelahiran Surakarta, 1 Oktober 1917 ini merupakan seorang penyanyi dan pencipta lagu asal Indonesia.
Ia juga dikenal sebagai Maestro Keroncong Indonesia.
Salah satu lagunya yang terkenal hingga mendunia adalah Bengawan Solo.
Dilansir dari Wikipedia, lagu ini diciptakan pada tahun 1940 ketika ia berusia 23 tahun.
Saat itu, Gesang muda tengah duduk di tepi sungai Bengawan Solo.
Ia selalu kagum dengan sungai terpanjang di Pulau Jawa itu.
Di sanalah ia menemukan inspirasi untuk menciptakan sebuah lagu.
Lagu Bengawan Solo memiliki popularitas tersendiri di luar negeri, terutama di Jepang.
Bahkan Bengawan Solo sempat digunakan dalam salah satu film layar lebar di Jepang.
Dikutip Grid.ID dari laman National Geographic pada 21 Oktober 2015, lagu Bengawan Solo ini telah diterjemahkan setidaknya dalam 13 bahasa.
Seperti bahasa Inggris, Rusia, Mandarin hingga bahasa Jepang.
Sebelum meninggal dunia, Gesang tinggal di Jalan Bedoyo nomor 5 Kelurahan Kemlayan, Serengan, Solo.
Pada awalnya, Gesang bukanlah seorang pencipta lagu.
Dulunya, ia hanya seorang penyanyi lagu-lagu keroncong untuk acara kecil-kecilan saja di Solo.
Beberapa lagu yang ia ciptakan di antaranya Keroncong Roda Dunia, Keroncong Si Piatu dan Sapu Tangan pada masa Perang Dunia II.
Sayangnya tiga lagu ini mendapatkan sambutan yang tidak cukup baik dari masyarakat.
Penghargaan datang bukan dari pemerintahan Indonesia sendiri, melainkan Jepang.
Gesang sangat dihargai di Jepang.
Sebagai bentuk penghargaan atas jasanya terhadap perkembangan musik keroncong, pada tahun 1983 Jepang mendirikan Taman Gesang di dekat Bengawan Solo.
Pengelolaan taman ini didanai oleh Dana Gesang, sebuah lembaga yang didirikan untuk Gesang di Jepang.
Gesang meninggal pada Kamis (20/05/2010) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta setelah menjalani perawatan sejak satu hari sebelumnya.
Di era millennials ini, mungkin nama Gesang memang semakin terasa jauh karena tergilas oleh zaman.
Meski begitu, Gesang masih tetap hidup dalam sebuah buku yang berjudul Gesang Sang Maestro.
Seperti yang dikutip Grid.ID dari laman Kompas pada 21 Februari 2011, Kastoyo Ramelan yang merupakan seorang mantan wartawan di beberapa majalah Indonesia mencoba menghadirkan kembali sosok Gesang di tengah masyarakat Solo.
Dalam buku itu, Kastoyo menceritakan tentang kisah hidup Gesang sebagai seorang maestro keroncong.
Baik deritanya, kebahagiaannya hingga kekayaannya sebagai seorang komponis legendaris di Indonesia.
Peluncuran buku tentang Gesang diselenggarakan oleh Yayasan Gesang Jakarta.
(BACA: Kisah Hidup Musisi Legendaris Chrisye Tertutup Oleh Media, Ini Pengakuan Istri, Damayanti Noor)
Didit Bagus Pratando selaku Ketua Yayasan Gesang mengaku bersyukur karena buku biografi Gesang ini akhirnya bisa terwujud.
Selain dalam bentuk buku, Gesang juga kembali hadir dalam bentuk film dokumenter.
Dikutip Grid.ID dari laman National Geographic, untuk menghormati mendiang Gesang, Galeri Indonesia Kaya bersama Marselli Sumarmo mempersembahkan sebuah film dokumenter untuk mengenang Sang Maestro Keroncong tersebut.
Film yang bertajuk Gesang Sang Maestro Keroncong ini menceritakan riwayat hidup Gesang sebagai sosok yang telah berjasa dalam perkembangan musik keroncong Indonesia.
Film ini dibuat dengan harapan akan membuat para penikmat seni semakin mengenal tokoh budaya bangsa dan terinspirasi untuk terus melestarikan musik asli Indonesia. (*)