Grid.ID - Seorang wanita membuat kehebohan di ruang penyidik, lantai lima gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Senin (2/4/2018) siang.
Wanita itu adalah tersangka korupsi aset Pemkot Surabaya, Soendari (48).
Ia marah-marah karena enggan ditahan di rumah tahanan Medaeng Sidoarjo dan menolak menandatangani surat penahanan atas kasus korupsi aset yang menimpanya.
Petugas yang mendampingi tak sanggup meredakan emosi Soendari.
Karena semakin meracau dan tak mau dibawa masuk ke daam mobil tahanan, Soendari pun di pindahkan ke lantai 2.
Ia berdalih masih masih menunggu pengacaranya datang.
(Zumi Zola Terjerat Kasus Korupsi, Begini Curhatan Sherrin Tharia
"Saya tidak mau ditahan. Kita lihat nanti siapa yang bersalah," katanya dengan nada tinggi seperti yang dikutip Kompas.com.
Tepat pukul 14.15 WIB, Soendari akhirnya bersedia dibawa masuk ke dalam mobil tahanan setelah Adil Pranajaya pengacaranya datang.
Suami dan anaknya yang masih berseragam sekolah juga hadir di Kejati Jatim untuk mengantar Soendari ke mobil tahanan.
Tersangka Soendari akan ditahan di Rumah Tahanan Medaeng selama dua puluh hari ke depan.
Menurut pengacaranya, penyidik dinilai terlalu terburu-buru.
"Penyidik terlalu terburu-buru," kata Adil Pranajaya yang dikutip dari TribunJatim, Senin (2/4/2018).
Dia mengatakan, Pemerintah Kota Surabaya tidak memiliki bukti jika lahan kliennya disebut sebagai aset negara dan tersangka memiliki bukti.
"Buktinya klien saya ada peta bidangnya. Kalau enggak ada peta bidang mana mungkin BPN mengeluarkan sertifikat. Di sisi lain kami masih ajukan gugatan perdata ke pengadilan," ujarnya.
(5 Wanita Bupati Daerah yang Terciduk Kasus Korupsi, Nomor 5 Hobi Musik Metal)
Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Richard Marpaung, warga Jalan Kenjeran Surabaya itu ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi aset Pemkot Surabaya seluas 537 meter persegi di Jalan Kenjeran Surabaya seluas 537 meter persegi.
Dia dianggap mencaplok lahan milik Pemkot Surabaya yang sebelumnya ditempati bangunan kantor Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari.
Lahan itu dibeli Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 1926 berdasarkan Besluit 4276.
Lahan itu dipakai sebagai kantor Kelurahan Rangkah, Tambaksari.
Pada tahun 1999, kantor kelurahan pindah ke Jalan Alun-alun Rangkah.
(Diduga Korupsi Sampai 6 Miliar, Inilah 4 Mobil Mewah Zumi Zola, Paling Murah Hampir 200 Juta!)
Pada 2003, tersangka membuat peta bidang itu tanpa bukti kepemilikan sah.
Pada tahun 2004, ada proyek pelebaran akses Jembatan Suramadu dan lahan tersebut masuk lahan yang terkena proyek.
Warung milik tersangka di lahan tersebut terkena gusur dengan ganti rugi bangunan Rp 116 juta.
Namun, tersangka menolak dan mengajukan konsinyasi ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Tersangka malah memasuki lahan itu pada 2008 dan menjual lahan itu ke pihak lain pada tahun 2014 dengan harga Rp 2 miliar lebih. (*)