Grid.ID - Revitalisasi sisi selatan kawasan Monumen nasional (Monas) yang dicanangkan oleh Pemprov DKI Jakarta, menuai kontra dari masyarakat.
Banyak masyarakat yang mengkritik keputusan Pemprov DKI yang menebang pohon di lingkungan Monas, demi membangun plaza.
Dicecar publik, Pemprov DKI pun mengungkapkan bahwa revitalisasi Monas memang belum selesai sejak dulu.
Melansir laman Kompas.com, Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah mengungkapkan bahwa saat ini pihak Pemprov hanya melanjutkan pembangunan sesuai dengan desain Monas yang terlampir dalam Keppres Nomor 25 Tahun 1995, yang kemudian sedikit dimodivikasi.
Baca Juga: Gara-gara Ledakan di Monas, Gisel Batal Jalani Pemeriksaan Terkait Video Syur yang Menyeret Namanya
Sebenarnya pembangunan Monas ini telah dicanangkan sejak era pemerintahan Presiden Soekarno.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Monas dibangun pada tahun 1961, dan dalam sejarahnya Monas merupakan proyek kebanggaan Presiden Soekarno.
Dibertiakan Harian Kompas, 17 April 2019, pembangunan Monas juga sempat terbengkali pada tahun 1966-1972, lantaran pasang surut politik setelah peralihan kekuasaan rezim Orde Baru.
Dan pada tahun 1972, total biaya pembangunan Tugu Monas mencapai Rp 358.328.107,57.
Karena anggaran pembangunan cukup besar, Soekarno pun mencoba untuk mencari para dermawan untuk menyumbangkan harta mereka, demi membangun Monas.
Baca Juga: Penyebab Ledakan Monas Diragukan Pengamat Intelijen: Granat Asap kan Hanya Buat Pengalihan Saja!
Perjuangan Soekarno pun berbuah manis, seorang pengusaha asal Aceh, Teuku Markam, rela menyumbang sampai 28 kilogram emas untuk pembangunan Monas.
Emas yang disumbangkan Markam digunakan untuk melapisi nyala obor di pucuk Monas.
Ya, nyala obor di pucuk Monas terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton, dan dilapisi emas murni seberat 35 kilogram (yang kini menjadi 50 kilogram).
Selain dari Teuku Markam, Soekarno meraup banyak sumbangan dari pengusaha bioskop dari seluruh pelosok Tanah Air.
Baca Juga: Khawatir atas Ledakan Monas, Melaney Ricardo: It's Broke My Heart!
Sepanjang November 1961-Januari 1962 tercatat 15 bioskop telah menyumbang, hingga terkumpul Rp 49.193.200,01.
Dengan rincian bioskop Parepare, Sulawesi Selatan menyumbang Rp 7.700,60, bioskop Watampone menyumbang sebesar Rp 1.364,20, dan bioskop Banjarmasin menyumbang sebesar Rp 884.528,85.
Sosok Teuku Markam pun menjadi tokoh penting pembangunan Monas, nampun hampir dilupakan oleh masyarakat.
Lalu seperti apakah sosok Teuku Markam?
1. Teuku Markam Sempat Jadi Orang Terkaya Se-Indonesia
Melansir Wartakota, di awal kemerdekaan, Teuku Markam sudah menggeluti dunia bisnis.
Sebelum menggeluti dunia bisnis, Markam sempat berkarier di dunia militer.
Namun, lantaran merasa tak cocok dengan militer, sahabat Soekarno ini mundur dan memilih berbisnis.
Markam menggeluti berbagai bisnis, mulai dari ekspor impor, besi beton, hingga plat-plat baja.
Karena jumlah kekayaannya sangat luar biasa, tak heran Markam dijuluki sebagai orang terkaya se-Indonesia.
Baca Juga: Tanggapi Ledakan di Monas, Ovy Rif Prihatin dan Menentang Kekerasan yang Terjadi
2. Dituduh Sebagai PKI
Pria kelahiran tahun 1925 di Seuneudon dan Alue Capli, Panton Labu Aceh Utara ini justru tak dihormati saat pemerintahan Orde Baru.
Markam langsung diciduk dan dipenjara lantaran dituduh aktif dalam pemberontakan PKI, dan dianggap Sukarnois garis keras.
Ia dipenjara pada tahun 1966 tanpa proses peradilan yang jelas.
Awalnya Markam dimasukkan tahanan Budi Utomo, lalu dipindahkan ke Guntur, selanjutnya berpindah ke penjara Salemba, Jl. Percetakan Negara.
Tak lama ia dipindahkan ke tahanan Cipinang, dan terakhir berada di tahanan Nirbaya.
3. Harta Dijarah
Seluruh harta yang dimiliki oleh Markam diambil oleh pemerintah.
Bahkan tak sedikitpun harta milik Markam disisakan untuk keluarga dan anak-anaknya.
Soeharto, Ketua Presidium Kabinet Ampera I, pada 14 Agustus 1966 mengambil alih aset Teuku Markam berupa perkantoran, tanah dan lain-lain, yang kemudian dikelola PT. PP Berdikari yang didirikan Suhardiman, Bustanil Arifin, Amran Zamzami atas nama pemerintahan RI.
Baca Juga: Terjadi Ledakan yang Lukai Dua Anggota TNI, Area Monas Disterilkan!
Pada tahun 1974, Soeharto mengeluarkan Keppres N0 31 Tahun 1974 yang isinya antara lain penegasan status harta kekayaan eks PT Karkam/PT Aslam/PT Sinar Pagi yang diambil alih pemerintahan RI tahun 1966 berstatus pinjaman yang nilainya Rp 411.314.924 sebagai modal negara di PT. PP Berdikari.
4. Meski Bebas, Nama Markam Belum Bersih
Meski Markam tak lagi menjadi tahanan politik, nama Markam tak kunjung bersih.
Alhasil, Markam dan keluarganya dipandang rendah oleh masyarakat.
Bahkan hingga Orde Baru berakhir, nama Markam belum juga bersih, dan tetap dianggap pengkhianat.
Baca Juga: Ngakak Lihat Ardi Bakrie Sewa Delman Monas ke Rumah Demi Pemintaan sang Anak, Nia Ramadhani: Gila!
(*)