Laporan Wartawan Grid.ID, Silmi Nur A. Tara
Grid.ID - Virus Corona tengah menjadi perbincangan di dunia belakangan ini.
Virus yang mulai menyerang ke berbagai belahan dunia ini nyatanya memakan lebih banyak korban dibandingkan wabah SARS.
Melansir nytimes.com, jumlah korban tewas akibat virus Corona telah meningkat hingga 811, melebihi korban SARS yang terjadi pada tahun 2002 sampai 2003.
Menurut Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok, jumlah orang yang terinfeksi yang dikonfirmasi naik menjadi 37.198.
Sebanyak 89 kematian dan 2.656 kasus baru dicatat dalam 24 jam sebelumnya.
Kebanyakan dari mereka di Provinsi Hubei, jantung dari wabah tersebut.
Pada hari Sabtu, seorang pejabat Amerika Serikat menyatakan jika salah satu warga negaranya meninggal akibat virus korona di Wuhan.
Sama seperti virus Corona, wabah SARS yang juga dimulai di Tiongkok menewaskan 774 orang di seluruh dunia.
Terkait hal tersebut, pejabat WHO memperingatkan agar tidak terlalu banyak membaca angka-angka itu.
WHO juga mengatakan bahwa Wuhan dan Hubei masih di tengah-tengah "wabah yang sangat intens."
Baca Juga: Bertabur 168 Ribu Kristal, Gaun Aktris Hollywood di Oscar 2020 Ini Butuh Waktu Pengerjaan 600 Jam
Sementara itu, seiring dengan berjalannya waktu, pemerintah Tiongkok telah mengumumkan nama sementara untuk penyakit yang disebabkan oleh virus corona.
Melansir BBC, mereka juga meminta pemerintah setempat dan media berita negara untuk menggunakan nama ini.
Dalam bahasa Inggris, penyakit yang disebabkan oleh virus corona akan disebut Novel Coronavirus Pneumonia.
Atau yang akan disingkat menjadi N.C.P.
Penamaan penyakit akibat virus adalah masalah rumit yang melibatkan sains dan hubungan masyarakat.
Nama-nama sebelumnya, seperti flu Spanyol atau demam Rift Valley, telah dianggap berkontribusi terhadap stigmatisasi negara atau wilayah.
Pada tahun 2015, WHO selaku organisasi kesehatan dunia mengeluarkan pedoman baru, setelah pilihan nama untuk sindrom pernapasan Timur Tengah atau MERS menuai kritikan.
Selain menghindari nama tempat, pedoman tersebut merekomendasikan untuk tidak menggunakan nama orang (penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Chagas), nama hewan (flu babi, equine encephalitis), referensi budaya atau pekerjaan (penyakit Legionnaires) atau kata-kata yang menyebabkan ketakutan (tidak diketahui), kematian, fatal dan epidemi.
WHO juga telah merekomendasikan nama sementara sendiri untuk penyakit baru: penyakit pernapasan akut 2019-nCoV.
Tetapi namanya sulit diucapkan dan kurang populer dibandingkan "coronavirus".
"Kami pikir itu sangat penting untuk mengeluarkan nama sementara sehingga tidak ada lokasi yang dikaitkan dengan nama itu," Maria Van Kerkhove, seorang ahli epidemiologi WHO.
(*)