Laporan Wartawan Grid.ID, Novia Tri Astuti
Grid.ID - Keputusan memulangkan warga asal Indonesia yang menjadi mantan anggota ISIS beberapa waktu lalu masih menjadi polemik.
Namun kini pemerintah telah menolak tegas pemulangan WNI eks ISIS tersebut.
Berdasarkan data dari Central Intelence Agency (CIA), sebanyak 689 WNI terduga teroris telah tersebar di berbagai negara, antara lain Turki, Suriah, dan beberapa negara lain.
Menurut Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (menko Polhukam) Mahfud MD, pemerintah telah memastikan tidak akan memulangkan terduga teroris tersebut.
"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan teroris. Bahkan tidak akan memulangkan FTF (foreign terorist fighter) ke Indonesia," kata Mahfud usai rapat tertutup bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, seperti dikutip Grid.ID dari Kompas pada Rabu (12/2/2020).
Hal ini juga dijelaskan oleh Mahfud MD, lantaran pemerintah lebih mengutamakan keamanan 267 juta penduduk yang terdiam di Tanah Air.
Hanya saja pemerintah tetap mempertimbangkan untuk anak-anak di bawah umur 10 tahun yang belum terpapar paham radikalisme dan terorisme.
Namun jika ada kemungkinan anak-anak tersebut sudah terpapar paham radikalisme dan terorisme, Mahfud MD pun mengaku akan mengkaji hal tersebut lebih mendalam.
"Anak-anak di bawah 10 tahun akan dipertimbangkan tapi case by case. Ya lihat aja apakah ada ortunya atau tidak, yatim piatu (atau tidak)," ujar Mahfud.
Terkait hal ini, pemerintah sampai kini masih belum memiliki data detail terkait jumlah anak-anak dari rombongan WNI terduga teroris tersebut.
Sementara itu melansir dari Tribunnews.com, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana juga memberikan tanggapan terkait pemulangan anak-anak terduga teroris.
Hikmahanto mengungkapkan bahwa para orangtua yang tergabung dalam anggota ISIS sudah jelas kehilangan kewarganegaraan mereka dan secara otomatis tidak lagi mendapat perlindungan dari pemerintah.
Hanya saja untuk status anak-anak, Hikmahanto juga memberikan tanggapan.
Menurutnya, kewarganegaraan seseorang akan hilang apabila mereka telah mengikuti latihan militer ISIS di usia muda dan menjadi tentara di sana.
"Atau mereka mengangkat sumpah untuk setia pada ISIS," ujar Hikmahanto.
Baca Juga: Mark Ruffalo Dikabarkan Diincar Jadi Pemeran Utama Serial Parasite
Sementara itu untuk anak-anak, Hikmahanto meminta agar pemerintah menyeleksi secara ketat berdasarkan kriteria yang disampaikannya.
Pertama, apakah anak-anak tersebut benar tidak terdoktrinasi dengan paham ISIS, mengingat mereka yang sudah tinggal dengan orang tuanya sejak usia belia.
"Doktrinasi di usia muda akan membekas secara mendalam," jelasnya.
Kedua, harus dilakukan asesmen terhadap anak tersebut, apakah benar mereka bersedia dipisahkan dari orang tuanya?
"Asesmen ini penting karena orang tua mereka jelas tidak mungkin kembali ke Indonesia. Sementara mereka perlu pendamping yang menggantikan orang tua," tegasnya.
Bahkan anak-anak tersebut juga perlu memahami mengapa mereka harus dipisahkan dengan orang tuanya.
"Jangan sampai mereka menaruh dendam kepada pemerintah Indonesia yang seolah memisahkan dengan orang tua mereka."
"Bila ini terjadi bukannya tidak mungkin saat dewasa justru mereka akan memerangi pemerintah yang sah," tuturnya mengingatkan.
Ketiga, setelah lolos seleksi pemerintah tidak boleh lagi menganggapnya sebagai Suriah atau Irak yang melakukan kejahatan teroris.
Dan yang terakhir, keputusan mereka untuk kembali ke Indonesia adalah hal yang harus benar-benar dipahami untuk hijrah dari ajaran ISIS.
"Ini perlu dipastikan pemerintah, apabila mereka hanya berpura-pura insyaf bukannya tidak mungkin jika mereka akan membangunkan sel-sel yang ada di Indonesia atau negara-negara sekitar," tegasnya.
(*)