“Memang benar ada potensi gempa megathrust di Selatan Jawa dan Selat Sunda. Tinggi tsunami 57 meter di Pandeglang adalah modeling tsunami dengan menggunakan skenario terburuk berdasarkan teoritis, yang waktu kejadiannya tidak dapat diprediksi secara pasti,” kata Sutopo, dikutip dari akun resmi media sosial (medsos) Twitternya, @Sutopo_PN, Rabu (4/4/2018).
Sutopo menekankan sampai saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang sanggup memprediksi gempa secara pasti. Baik itu lokasi, getaran gempa, sampai waktunya.
Hanya, tegas dia, potensi tsunami tetap terbuka mengingat Indonesia berada di zona subduksi.
Yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kesiapsiagaan terkait bencana.
Sutopo menekankan bahwa Mitigasi baik struktural dan nonstruktural perlu ditingkatkan.
Hal ini karena secara alamiah, Indonesia memang rawan gempa dan tsunami.
Untuk itu mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat harus diperkuat.
(BACA: Amerika Serikat Terancam Tsunami Setelah Sebuah Gempa Mengguncang Alaska)
Melalui serangkaian tweet yang diunggah pada 3 April 2018 Sutopo mengatakan bahwa sosialisasi, penataan ruang, mitigasi, gladi, pendidikan kebencanaan perlu ditingkatkan.
Yang penting kita harus siap.
Jika tidak terjadi tsunami tidak masalah tetapi semuanya siap mengantisipasi.
Sementara itu, melalui akun twitter BPPT RI @BPPT_RI memberi respon prediksi yang menyebar di masyarakat tersebut.
(BACA: Mengenang 13 Tahun Tsunami Aceh, Inilah 3 Lagu yang Terinspirasi dari Peristiwa Itu)
Terkait prediksi tsunami yg disampaikan seorang pakar. Prlu diketahui hal tersebut adl hasil modeling ilmiah dgn memperhitungkan skenario terburuk. Sangat disayangkan hal tsb dikutip "mentah-mentah" tanpa pertimbangan aspek sosial di masyarakat. Mohon tdk menjadi kesalahpahaman????
"Perlu diketahui hal tersebut adalah hasil modeling ilmiah dengan memperhitungkan skenario terburuk. Sangat disayangkan hal tsb dikutip "mentah-mentah" tanpa pertimbangan aspek sosial di masyarakat. Mohon tdk menjadi kesalahpahaman????," tulis @BPPT_RI pada 4 April 2018.(*)