Grid.ID - Anak bangsa kembali menorehkan prestasi dengan berhasil memperbaiki simulator G-Force yang telah rusah 12 tahun.
Selama 12 tahun mangkrak, akhirnya simulator G-Force pesawat tempur milik Indonesia rampung diperbaiki dan mulai digunakan kembali.
Simulator G-Force itu merupakan peralatan yang bernama human centrifuge, instrumen untuk mengecek ketahanan tubuh pilot tempur TNI AU dalam menghadapi gaya gravitasi.
Melansir dari laman Kompas.com, simulator G-Force itu sudah 12 tahun terbengkalai akibat rusak.
Sementara untuk memperbaikinya diperlukan biaya yang tak sedikit.
Semula, sistem Human Centrifuge itu dibeli pada tahun 1998 dan mulai resmi dioperasikan pada 2001.
Namun sayang alat tersebut hanya bertahan enam tahun lamanya dan rusak pada 2007.
Alat simulator G-Force tersebut baru diperbaiki pada tahun 2018 setelah Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI Yuyu Sutisna melakukan cek kesehatan di Lakespra dr Saryanto.
Perbaikan instrumen itu dipimpin langsung oleh Komandan Komando Pemeliharaan Material TNI AU (Dankoharmatau) Marsda TNI Dento Priyono.
Marsda TNI Dento Priyono menggaet beberapa pihak mulai dari Depo Pemeliharaan (Depohar) 10, 20, 40, 50, 70, serta menggandeng tim ahli lulusan ITB.
Depohar yang terlibat berasal dari berbagai latar belakang keahlian mulai dari mekanik, hidrolik, elektronik, hingga radar.
Akhirnya pada tahun 2019, instrumen simulator G-Force selesai diperbaiki dan dsiap digunakan kembali.
Uji coba Human Centrifuge dilakukan oleh Lettu Penerbang Panji "Groot" Satrio Dewanto.
Lettu Panji melewati tes dengan tekanan sekitar 4-G (empat kali kekuatan gravitasi), kemudian perlahan naik menjadi 6-G.
Keberhasilan tes tahap pertama itu membuat operator kembali menaikkan gravitasi menjadi 9-G atau sesuai kemampuan pesawat tempur.
Marsekal TNI Yuyu Sutisna memastikan alat tersebut aman digunakan.
"Dari 2018 dikerjakan, kurang lebih selama 14 bulan dan minggu lalu tanggal 5 Februari sudah diuji coba," ujar Marsekal Yuyu di Gedung Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Antariksa (Lakespra) dr Saryanto, Jakarta Selatan, Jumat (21/2/2020).
Alhamdulillah tidak ada apa-apa," imbuhnya.
Tak hanya itu, Yuyu juga mengisahkan banyaknya item rusak yang menunggu untuk diperbaiki.
"Selama saya jadi kepala staf, sudah dua tahun lebih, sudah banyak sekali inovasi yang dilakukan, sudah ada 47 item yang tadinya tidak bisa diperbaiki," ujar Yuyu Sutisna.
Peralatan tersebut terkategori mulai dari pemeliharaan sederhana hingga kompleks, seperti pesawat jenis Boeing 737 milik TNI AU.
Pasalnya, pemeliharaan Boeing 737 acap kali dilakukan di luar negeri dengan memakan biaya besar.
Kini memiliki teknisi untuk melakukan pemeliharaan peralatan secara mandiri, Indonesia bisa menghemat anggaran negara dalam jumlah banyak.
"Sekarang sudah bisa sendiri. Dari situ kita bisa menghemat dari satu pesawat Rp 11 miliar, jadi seperti itulah untuk menghemat anggaran, tidak bisa terus bergantung ke luar (negeri)," terang Yuyu.
Sementara melansir dari laman YouTube KompasTV, Marsekal Yuyu sebelumnya sempat berusaha memperbaiki human centrifuge dengan bantuan teknisi luar.
Namun, personal anggaran yang harus dikeluarkan sangat besar, sehingga urung dilakukan.
"Waktu 2008 hingga 2010 kita sudah berusaha ini untuk diperbaiki dengan teknisi luar. Kita mencoba ke Austria, waktu itu minta Rp 170 Miliar," ujar Marsekal Yuyu.
Menurut Marsekal TNI Yuyu Sutisna perbaikan kali ini mengeluarkan anggaran lebih murah dibandingkan dengan teknisi luar, yakni hanya memakan anggaran Rp 6 miliar.
(*)