Pekerja-pekerja lain di Jepang mengaku bahwa mereka dipaksa untuk hidup dengan aturan yang serupa.
Yakni menunggu jadwal untuk menikah dan hamil.
Toko Shirakawa, seorang jurnalis yang khusus mengkaji tingkat kelahiran di Jepang mengatakan bahwa kebijakan ini umum terjadi.
Terutama di tempat kerja atau perusahaan yang mayoritas karyawannya adalah perempuan.
(BACA: 14 Fakta Kronologi Longsor di Bandara Soetta, 1 Wanita Karyawan GMF Meninggal Dunia )
Tujuannya untuk memastikan beban kerja tersebar merata.
Dalam kasus lain, seorang wanita berusia 26 tahun yang bekerja di sebuah perusahaan kosmetik di Mitaka daerah pinggiran Tokyo, mengatakan bahwa diamenerima sebuah email.
Email tersebut berisi jadwal pernikahan dan kelahiran untuk dirinya dan 22 orang rekannya sesama karyawan perempuan.
Dalam email itu ada peringatan yang mengatakan, "pekerjaan akan dicadangkan jika empat orang atau lebih mengambil waktu liburt yang sama. Perilaku egois akan dikenakan hukuman".
Wanita itu kemudian diberitahu oleh seorang supervisor bahwa dia harus menunggu sampai usia 35 untuk hamil.
"Bagaimana mereka akan bertanggung jawab jika saya menunda hamil dan kehilangan kesempatan saya untuk memiliki anak?," Katanya.
Jepang terkenal karena kondisi kerja yang berat dan jadwal hukuman yang telah menyebabkan beberapa karyawan meninggal di tempat kerja.
Di negara tersebut bahkan ada kosakata 'Karoshi'- yang berarti kematian karena terlalu banyak pekerjaan.(*)