Find Us On Social Media :

Hanya Bisa Pasrah dan Menahan Jijik Saat Dihukum Makan Kotoran Manusia, Satu di Antara 77 Siswa Melarikan Diri ke Rumah, Orang Tua Minta Pendamping Dipecat

By Novia, Rabu, 26 Februari 2020 | 14:12 WIB

Suasana setelah rapat bersama orang tua siswa dan pihak sekolah di aula Seminari Bunda Segala Bangsa (BSB) Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Selasa (25/2/2020).

Laporan Wartawan Grid.ID, Novia Tri Astuti

Grid.ID - Baru-baru ini dunia pendidikan kembali dihebohkan dengan kabar tak sedap.

Sebanyak 77 Siswa kelas VII Seminari Bunda Segala Bangsa (BSB) Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, hanya bisa menangis setelah disiksa oleh 2 pendampingnya.

Aksi perploncoan yang dilakukan 2 pendamping terhadap puluhan siswa ini terjadi pada Rabu (19/2/2020) lalu.

Baca Juga: Sudah Sampai di Bibir Sungai, 2 Siswa SMPN 1 Turi Ini Rela Pertaruhkan Nyawa untuk Selamatkan Teman-temannya yang Terbawa Arus, Ada yang Langsung Lompat ke Sungai Hingga Gunakan Akar Pohon!

Melansir dari Tribun Ternate pada Rabu (26/2/2020), tindak perploncoan yang tak manusiawi ini akhirnya terkuak.

Salah satu siswa yang menjadi korban tersebut menceritakan bahwa kejadian bermula setelah makan siang.

Mulanya ia bersama teman-teman kembali ke asrama setelah istirahat.

Baca Juga: Diseret dan Dimasukan Bagasi Mobil! Siswa SMK Menjadi Korban Pengeroyokan 4 Orang yang Mengaku Sebagai Anggota Polisi

Tiba di asrama, salah satu pendamping menemukan kotoran manusia dalam kantong di sebuah lemari kosong.

Setelah menemukan hal tersebut, pendamping memanggil semua siswa dan menanyakan siapa yang menyimpan kotoran itu.

Karena tidak ada pengakuan, pendamping tersebut langsung menyendok kotoran itu, lalu disuap ke dalam mulut para siswa.

Baca Juga: Malaysia Berduka Usai Kepergian Ashraf Sinclair, Para Artis Negeri Jiran Berniat Gelar Pengajian Demi Penghormatan Terakhir Kepada Suami BCL

Para siswa akhirnya hanya bisa pasrah dan terpaksa menerima perlakuan tak manusiawi itu tanpa perlawanan.

"Kami terima dan pasrah. Jijik sekali. Tetapi kami tidak bisa melawan," ujar siswa kelas VII yang tak ingin disebut namanya.

Sementara itu melansir dari Kompas.com, puluhan siswa yang terpaksa memakan kotoran itu hanya bisa menahan rasa jijik dan menangis.

Baca Juga: Nasib Pilu 6 Bocah Jadi Yatim Piatu dalam Sehari, Ayahnya Meninggal Dunia Saat Jasad sang Ibu Dimandikan, Ternyata Ini Penyebabnya

"Setelah makan, kami semua menangis. Terlalu jijik dan bau," ujarnya.

Siswa tersebut awalnya mengaku ingin melawan, namun ia kembali mengurungkan niatnya karena takut dengan sang pendamping.

Melihat puluhan siswa menangis, kedua pendamping justru mendesak mereka untuk diam.

Baca Juga: Keluarga Jessica Iskandar Sepakat Tidak Polisikan Pelaku Tabrak Lari Ayahnya

Pendamping tersebut juga mengancam puluhan siswa yang menerima perlakuannya untuk tidak membeberkan insiden itu kepada orang lain.

Mereka bahkan diancam akan dihukum lagi apabila berani melapor kepada pihak sekolah ataupun asrama.

"Sampai hari ini, orangtua saya belum tahu kalau saya disiksa makan kotoran manusia," kata siswa itu.

Baca Juga: Tokyo Olympic 2020 Terancam Batal Karena Wabah Corona, Pembatalan Kedua Setelah Tokyo 1940?

Namun, kembali melansir dari Tribun Ternate, setelah kejadian tersebut berakhir, salah satu siswa akhirnya melarikan diri ke rumah.

Sang siswa akhirnya memberitahukan kejadian itu pada orang tuanya.

Akhirnya kasus tersebut terbongkar pada Jumat (21/2/2020), ketika ada orang tua siswa yang menyampaikan tindak perploncoan itu di dalam grup WhatsApp humas sekolah.

Baca Juga: Terus Berkeringat saat Konferensi Pers, Menteri Kesehatan Iran Positif Terjangkit Virus Corona

Martinus, salah satu orangtua siswa merasa sangat kecewa.

Sebab perlakuan pendamping asrama yang menyiksa anak-anak dengan memaksa makan kotoran manusia itu dinilainya sangat keterlaluan.

"Menurut saya, pihak sekolah beri tindakan tegas bagi para pelaku. Yang salah ditindak tegas. Bila perlu dipecat saja," ujar Martinus.

Baca Juga: Ditantang Joget Pakai Lagu Aku Anak Sehat hingga 'Telepon' Fans Indonesia, Dohyon dan Hangyul eks X1: Sayangku Durung Tangi?

"Saya juga memutuskan untuk pindahkan anak dari sekolah ini. Biar pindah dan mulai dari awal di sekolah lain saja," tambahnya.

Martinus menyampaikan, secara psikologis anak-anak yang mendapat perlakuan tak manusiawi dari pendamping akan terganggu jika terus bertahan di sekolah tersebut.

Sementara itu, pihak Seminari Bunda Segala Bangsa akhirnya menggelar rapat dengan orangtua siswa terkait hal ini.

Namun, mereka enggan untuk berkomentar saat diwawancarai awak media.

(*)