Laporan Wartawan Grid.ID, Novia Tri Astuti
Grid.ID - Penggundulan 3 tersangka susur sungai Sempor menimbulkan polemik di masyarakat.
Kini Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di DIY bersama Dinas Pendidikan Sleman menemui 3 tersangka dalam kasus susur Sungai Sempor tersebut.
Melansir dari Kompas.com pada Kamis (27/2/2020), hal ini disampaikan oleh PGRI untuk mengonfirmasi alasan polisi menggunduli tersangka.
Pihak yang hadir mengunjungi ketiga tersangka di Mapolres Sleman tersebut adalah Andar Rujito Kepala Biro Advokasi Perlindungan Hukum dan Penegakan Kode Etik PGRI DIY, Sukirno Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum PGRI DIY, Arif Haryono Plt Kepala Dinas Pendidikan Sleman, dan Pejabat Sekda Sleman Hardo Kiswoyo.
Mereka akhirnya berbincang mengenai kondisi para tersangka yakni IYA, R, DDS di Aula Mapolres Sleman untuk menjelaskan tindak penggundulan tersebut.
Tindak penggundulan itu akhirnya diluruskan oleh tersangka IYA yang mengaku bahwa hal itu justru permintaan dari para tersangka.
"Kami minta diluruskan bahwa kami itu baik-baik saja. Tolong nanti supaya di luar diluruskan," terang IYA.
IYA, R, dan DDS juga menyampaikan bahwa mereka tengah menjalani proses hukum yang baik dan sesuai koridor.
Bahkan sejak berada di dalam tahanan, ketiganya mengaku diperlakukan baik dan tidak ada tindakan yang merujuk pada intimidasi.
"Kami diperlakukan secara baik, tidak diintimidasi, tidak diperlakukan semena-mena," jelasnya.
"Digundul ini permintaan kami. Yang jelas untuk faktor keamanan," tambahnya.
Selain keamanan, IYA juga menyampaikan karena seluruh tahanan lainnya juga berkepala gundul.
Akhirnya mereka meminta agar disamakan dengan yang lainnya.
"Kalau sama dengan teman-teman di dalam kan saya tenang ketika di sini. Saya tidak masalah gundul, biar sama dengan lainya yang di dalam," tegasnya.
Tiga tersangka kini mengaku akan menjalankan proses hukum dengan baik.
Sebab, tragedi susur sungai yang telah menewaskan 10 siswa SMPN 1 Turi, Sleman, itu diakui memang menjadi tanggung jawab mereka.
"Ini kan risiko kami, memang harus dipertanggungjawabkan. Pertama kami harus mempertanggungjawabkan kepala Allah, yang kedua keluarga korban, yang ketiga mempertanggungjawabkan pada hukum," tandasnya.
Sementara itu melasir dari Tribun Jogja, pihak keluarga tersangka kini justru mendapatkan perundungan di media sosial dan mengalami tekanan psikologis.
AS (58) sepupu IYA menyampaikan bahwa anak dan istri tersagka dihakimi oleh teman sebayanya.
Anak-anak IYA sempat melihat pemberitaan tentang ayahnya di Youtube namun ia ketakutan dan langsung melempar ponsel tersebut.
Bahkan anaknya yang duduk di bangku kelas 6 dan 5 itu ketakutan hingga tak mau berangkat sekolah.
Baca Juga: Gara-gara Arisan Online, Elly Sugigi dan Mantan Pacar Brondongnya Dipanggil Polisi
"Anak-anak beberapa hari tidak masuk sekolah, tapi karena sudah agak tenang, mereka sudah mau ke sekolah diantar eyangnya," terangnya.
Namun beruntung, pihak sekolah mau membantu dan menemani anak-anak tersebut.
"Kami bisa memahami IT yang berkembang, dan viral medsos memang memberikan tekanan psikologis ke anak-anaknya. Bahkan istri IYA ketemu orang juga takut," paparnya.
Bahkan istri IYA kini lebih banyak diam dan melamun.
Ia menyampaikan bahwa aktivitas keluarga inti dari IYA jadi terganggu gara-gara tekanan ini.
"Mau tidak mau kita ungsikan, kondisi di sekitar tidak kondusif untuk beberapa saat."
"Tapi pihak kampung juga ikut membantu ronda, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," jelasnya.
Di balik tragedi tersebut, sepupu IYA juga menyampaikan apabila pihak keluarga jelas berempati pada korban dan merasakan bagaimana kehilangan anak.
Ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh keluarga korban.
"Saya mewakili tersangka, memohon maaf kepada seluruh keluarga korban. Kami dari keluarga merasakan betapa sedihnya keluarga yang ditinggalkan."
"Kami memohon maaf sebesar-besarnya, dan belasungkawa sedalam-dalamnya," ujarnya.
Terkait perundungan tersebut, keluarga meminta agar masyarakat lebih bijak dalam melihat kasus dan menyerahkan pada proses hukum.
(*)