Dalam penelitiannya tahun 1967, ia menemukan bahwa nyamuk yang terinfeksi radiasi melemahkan parasit atau sporozoit.
Ini memicu respons kekebalan ketika ditransmisikan ke manusia dan ini memungkinkan adanya vaksin.
(BACA JUGA: Sang Kakak Tak Izinkan Lucinta Luna Mampir ke Rumah Usai ke Makam Sang Ibunda)
Pekerjaannya kemudian berfokus pada protein pada sporozoit.
Jeffrey Weiser, ketua departemen mikrobiologi di N.Y.U. School of Medicine, mengatakan Ruth Nussenzweig berhasil menemukan target utama untuk vaksin malaria.
Target utamanya adalah protein pada permukaan sporozoit malaria yang disebut circumsporozoite atau CSP.
Ketekunan dan dedikasi mereka berhasil menjadikan vaksin ini berlisensi pertama melawan malaria pada tahun 2015.
(BACA JUGA: Positif Konsumsi Narkoba, Riza Shahab Tidak Ditahan)
Vaksin ini telah disahkan oleh WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia dan akan diberikan kepada anak-anak di Ghana, Kenya dan Malawi.
Ruth dan Victor Nussenzweig juga memiliki anak-anak yang luar biasa.
Terbukti, anak pertama mereka Michel, adalah seorang profesor kedokteran, kedua Andre, seorang peneliti kanker dan terakhir anak perempuan, Sonia Nussenzweig Hotimsky, yang adalah seorang profesor antropologi.
Ia menghembuskan napas terakhir pada usia 89 tahun.
Ia meninggal 1 april 2018 di Manhattan akibat terkena emboli paru yaitu kondisi salah satu atau lebih arteri di paru-paru menjadi terhalang oleh gumpalan darah. (*)