Laporan Wartawan Grid.ID, Arif Budhi Suryanto
Grid.ID - Motif pasangan suami istri (pasutri) asal Desa Petungrejo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, yang diduga tewas bunuh diri pada Selasa (10/03/2020), perlahan terungkap.
Kapolsek Wagir AKP Sri Widyaningsih menerangkan, proses perceraian keduanya yang saat ini sedang berjalan menjadi pemicu aksi nekat pasangan JW (42) dan YI (38) itu.
Apalagi, disebutkan retaknya hubungan rumah tangga keduanya karena adanya orang ketiga.
"Diduga ada ketidakharmonisan dalam keluarga. Karena proses cerai. Hari ini sebenarnya putusan terakhir sidang di pengadilan," terang Sri, seperti yang dikutip Grid.ID dari Suryamalang.
Meski begitu, pihaknya masih akan terus mendalami kasus ini.
Pasalnya, penyebab pasti kematian keduanya pun masih abu-abu karena belum ditemukannya barang bukti.
"Kondisi di dalam rumah sudah bersih,"
"Kami cari ke tempat sampah gak ditemukan benda mencurigakan," ungkap Sri seperti yang dikutip Grid.ID dari Surya.co.id.
Apalagi di tubuh korban juga tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan.
Sang suami, JW, ditemukan gantung diri.
Sementara istrinya, YI, diduga menenggak racun karena mulutnya mengeluarkan buih.
"Kami juga tidak tahu karena berbuih saja. Tidak ada tanda kekerasan di tubuh korban,"
"Meninggalnya dua-duanya sudah telentang di atas lantai. Mungkin karena busa itu karena belum ada bukti keduanya pakai racun apa tidak," ungkap Sri.
Baca Juga: Choi Siwon Sambangi Kediamannya, Raffi Ahmad Siapkan Red Carpet di Sepanjang Jalan Menuju Rumahnya!
Tidak Mau di Autopsi
Polisi justru menemukan satu bukti berupa selembar surat wasiat di saku JW.
Surat wasiat tersebut yang ditulis oleh JW berisikan pesan agar jenazahnya dan sang istri tidak usah diautopsi melainkan langsung dikubur.
"Ojo oleh diautopsi (Jangan boleh diautopsi),"
"Ibuk ikhlas, bapake ikhlas (Ibu ikhlas begitupun juga bapak)," tulis JW dalam surat wasiat tersebut.
Oleh karena itu, pihak kepolisian membuat surat pernyataan yang ditandatangi oleh kepala desa sebagai persetetujuan untuk tidak dilakukan autopsi.
"Tadi kenapa tidak mau divisum dan dibuatkan surat pernyataan dengan tanda tangan kepala desa untuk tidak dilakukan autopsi," terang Sri lebih lanjut.
(*)