Mereka menemukan bahwa paku-paku itu mengandung konsentrasi tinggi terak, sisa peleburan yang dapat membuat logam pecah.
Ini mungkin telah ‘melemahkan’ bagian dari lambung kapal Titanic yang menabrak gunung es.
Akibatnya lambung kapal pecah karena tabrakan.
(BACA JUGA: Nyaris Berusia 50 Tahun, Thomas Djorghi Belum Mau Cari Istri)
Diduga oleh kondisi cuaca
Dua penelitian yang dilakukan sekitar waktu peringatan 100 tahun bencana Titanic pada 2012 menunjukkan bahwa alam memainkan peran kunci dalam nasib kapal.
Studi pertama, berpendapat bahwa bumi datang sangat dekat dengan bulan dan matahari pada tahun itu.
Ini meningkatkan tarikan gravitasi di lautan dan menghasilkan gelombang pasang yang menyebabkan meningkatnya jumlah es mengambang di Atlantik Utara.
Studi kedua, oleh sejarawan Inggris Tim Maltin, mengklaim bahwa kondisi atmosfer pada malam bencana mungkin telah menyebabkan fenomena yang disebut super refraksi.
Penekukan cahaya ini bisa menciptakan khayalan atau ilusi optik yang menyebabkan gunung es tidak dapat dilihat dengan jelas.
Kondisi yang berkabut membuat Titanic tampak lebih dekat dan lebih kecil ke kapal terdekat, California.
Ini membuat awak California berpikir Titanic akan berlayar menjauh pada saat kapal termegah itu mulai tenggelam.
(BACA JUGA: Ivan Gunawan Tak Memiliki Dapur, Ini Isi Rumah dan Kulkasnya!)
Pengintai tidak memiliki teropong
David Blair, petugas pemegang kunci teropong dipindahkan dari kapal Titanic sebelum berangkat pada pelayaran perdana ke New York.
Ia lupa menyerahkan kunci ke petugas yang menggantikannya.
Blair menyimpan kunci itu sebagai kenang-kenangan dan kemudian dilelang pada tahun 2007 dengan harga sekitar Rp 176 juta.
Tidak ada sekoci yang cukup
Tak peduli apa yang menyebabkan Titanic tenggelam, hilangnya nyawa mungkin bisa dihindari jika kapal itu membawa sekoci yang cukup untuk penumpang dan awaknya.
Tapi kapal Titanic hanya meninggalkan 20 sekoci dengan total kapasitas 1.178 orang yang akhirnya membunuh 1500 orang di air laut yang dingin. (*)