"Saya senang melihat anak-anak begitu gembira mengambil buku yang mereka minati. Anak-anak akan menemukan kejutan di dalam buku yang mereka pilih" ungkap Soriano.
Menyaksikan anak-anak begitu bahagia membaca buku merupakan kesenangan yang tak tergantikan bagi Soriano.
"Bahagia bisa melihat mereka tertawa cekikikan membuka halaman demi halaman yang mereka baca. Setiap buku memiliki kejutan dan imajinasi akan membantu menuntun mereka menemukan hal-hal luar biasa dari buku." ujar Luis Soriano.
Setiap kali Soriano mengunjungi sebuah desa, sekitar 25 anak dari berbagai sekolah, dengan rentang usia sekitar 6 hingga 12 tahun akan belajar bersamanya di sebuah kelas.
Seperti itulah Soriano menjalani 20 tahun aksi gerilya-nya.
Namun meski tekadnya tulus dan luhur, 'perpustakaan keledai' Soriano bukan tanpa aral.
Suatu kali pernah Soriano dihadang aparat militer setempat.
Ia dipaksa menjalani pemeriksaan keamanan, sekujur tubuhnya digeledah, buku-bukunya diperiksa.
"Militer sayap kanan pernah menggeledah saya. mereka begitu khawatir apa yang rutin saya lakukan di desa-desa merupakan aksi untuk menyusupkan paham-paham anti pemerintah" kenang Soriano.
Hari ini, nama Louis Soriano kian harum seiring kisahnya diangkat di seluruh dunia.
Sementara dirinya tak kenal lelah menyisir desa-desa kecil demi menyambung bahan bacaan anak-anak setempat, satu mimpinya tak akan pernah surut: ia ingin desanya jadi pusat kebudayaan literasi.
Hail Soriano! (*)