Grid.ID - Kasus bocornya data pengguna Facebook masih menjadi topik yang terus diperbincangkan.
Mulai dari permintaan maaf dari Mark Zurkerberg selaku pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Facebook melalui sejumlah iklan koran-koran di Inggris dan Amerika Serikat.
Hal ini dilakukan karena adanya skandal yang melibatkan aplikasi buatan Cambridge Analytica.
Seperti yang dikutip Grid.ID dari laman Tribunnews pada Senin (26/03/2018), dalam permohonan maafnya, Mark mengatakan bahwa Facebook sebagai platform jejaring sosial tidaklah layak menyimpan informasi pribadi, jika tidak dapat melindunginya.
Iklan koran-koran yang memuat tanda tangan Mark juga menyebutkan aplikasi buatan peneliti Cambridge University telah membocorkan data jutaan pengguna Facebook sekitar empat tahun yang lalu.
(BACA:Mengintip Fashion Street ala Jessica Iskandar yang Super Kece Kenakan Rain Coat)
"Ini adalah pelanggaran kepercayaan, dan saya menyesal kita tidak bisa melakukan lebih banyak soal ini. Sekarang kita mengambil langkah untuk memastikan hal ini tidak terjadi lagi," ujar iklan tersebut.
Setelah permohonan maaf dari pendiri Facebook, baru-baru ini muncul berita ungkapan penyesalan dari mantan pegawai Cambridge Analytica yang bernama Christoper Wylie.
Ia menjadi orang pertama yang menyesal dan mengungkap adanya pencurian 50 juta data pengguna Facebook.
Setelah itu, muncul lagi ungkapan penyesalan yang serupa dari mantan Direktur Pengembangan Program Cambridge Analytica, Brittany Kaiser.
Di hadapan parlemen inggris, Brittany Kaiser menceritakan cara kerja perusahaannya dalam kampanye Trump.
(BACA:Berulang Kali Terjerat Narkoba, Jennifer Dunn Butuh Disembuhkan!)
Brittany bersama timnya, berperan menjaring beberapa orang, memanen informasi pribadi mereka lantas menggiring opini politik 'mereka yang terjaring' agar cenderung memilih Trump sebagai presiden AS.
Ia mengaku menyesal pernah menjadi bagian dari politik busuk Trump.
Brittany mengungkapkan betapa memalukan perbuatannya kala itu.
Belum lama berita itu muncul, kini kembali lagi tersiar kabar jika Facebook akan ditutup pada tanggal 24 April mendatang.
Hal ini langsung santer dibicarakan oleh masyarakat.
Kabar Facebook akan diblokir di indonesia ini mendadak ramai dibagikan di media sosial.
Tentu sebuah pertanyaan klise muncul tentang kebenaran kabar yang beredar ini.
Mungkinkah informasi yang terlanjur viral dan beredar luas di media sosial ini hanyalah hoaks semata?
Dikutip Grid.ID dari Pos Kupang pada Selasa (17/04/2018), masih belum ada kepastian terkait kabar akan ditutupnya akun Facebook pada 24 April mendatang.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dalam berbagai kesempatan tidak pernah mengatakan akan memblokir Facebook.
Satu-satunya pernyataan tegas Rudiantara tentang pemblokiran Facebook adalah, jika ditemukan bukti bahwa Facebook dipakai sebagai sarana menghasut.
Menkominfo juga memastikan jika penyidik menemukan unsur dugaan pidana dalam kebocoran data pengguna Facebook di Indonesia, peluang pemblokiran Facebook semakin besar.
Sementara ini, kedua hal itu masih belum bisa dibuktikan karena masih dalam tahap penyelidikan dan menunggu hasil audit.
"Kalau ada indikasi bahwa Facebook di Indonesia digunakan untuk penghasutan, seperti yang terjadi di Myanmar, saya tidak punya keraguan untuk blokir," kata Rudiantara, Rabu (11/4/2018), di Gedung Kominfo, Medan Merdeka, Jakarta.
Menunggu hasil audit
(BACA:8 Hal yang Harus Diamankan Dari Akun Facebook, Demi Kenyamanan Bersosial Media)
Sejak sepekan setelah pengumuman adanya data pengguna Facebook di Indonesia yang ikut bocor dalam skandal CA, Rudiantara sudah meminta Facebook untuk melakukan audit dan menyerahkan hasilnya kepada Kominfo.
Permintaan itu dicantumkan dalam Surat Peringatan pertama yang dikirim oleh Kominfo.
Namun setelah tenggat waktu yang ditentukan tiba, Facebook belum juga menyerahkan hasil audit.
Kominfo juga melayangkan Surat Peringatan kedua.
"Saat ini, sudah SP II. Kita tunggu, nanti setelah SP II bisa ditingkatkan menjadi pemutusan layanan sementara jika diperlukan," ujar Rudiantara pada 11 April 2018.
(BACA:Sebelum Terlambat, Ini Dia 12 Hal yang Harus Kamu Hapus dari Akun Facebookmu!)
Jika kemudian hasil audit tersebut sudah diketahui, maka pemerintah bisa menakar potensi permasalahan yang dapat timbul dari kebocoran data ini dan mengambil langkah penanganan.
Selain itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Satya Widya Yudha dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Facebook pada Selasa (17/4/2018), menyebut pemblokiran Facebook bukanlah solusi.
Mengingat Facebook sebenarnya memiliki banyak manfaat.
Menurut Satya, jika Facebook tak punya itikad baik, barulah pemblokiran bisa dipertimbangkan.
"Sebelum ke sana (pemblokiran), harus dipahami lebih dulu. Karena Facebook juga berguna untuk komunikasi saat ini," tambah Satya.(*)