Dua orang yang terlibat dalam otopsi jenazah Marsinah menyimpulkan jika ia tewas akibat penganiayaan berat.
(BACA:Ingat Lara dan Mara Bawar? Dua Kembar Negro Asal Brazil yang Unik, Begini Mereka Sekarang)
Pada tahun yang sama, Marsinah mendapatkan Penghargaan Yap Thiam Hien.
Kasus ini kemudian menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang kemudian dikenal sebagai kasus 1713.
Seperti Kartini yang terus memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mengenyam pendidikan, Marsinah juga menjadi salah satu pejuang hak-hak buruh saat itu.
Pada awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan sebuah surat edaran yang berisi himbauan kepada perusahaan agar menaikkan kesejahteraan para karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% dari gaji pokok.
Tentunya himbauan itu mendapatkan sambutan yang baik dari para karyawan.
Namun tidak bagi perusahaan, karena ini artinya beban pengeluaran mereka menjadi bertambah.
(BACA:Unik! Seorang Pria di Malaysia Miliki Hobi Koleksi Barang-barang Politik Antik)
Pada pertengahan April 1993, karyawan di pabrik tempat Marsinah bekerja membahas surat edaran ini dengan resah sampai akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan unjuk rasa.
Unjuk rasa dilakukan pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993 dengan tuntutan kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.
Marsinah menjadi salah satu buruh yang aktif dalam aksi unjuk rasa ini.