Grid.ID - Orang-orang pokal memang akan selalu tersingkirkan.
Sepertinya ungkapan itu masih cukup relevan untuk orang-orang yang memang memiliki keberanian berada di jalur kebenaran.
Masih di hari Kartini ini, tentunya orang-orang akan membicarakan tentang perjuangan dan keberaniannya.
Meski sudah tak lagi hidup di dunia, namun perjuangan Kartini masih terus hidup di dalam jiwa para perempuan Indonesia.
Keberanian dan kegigihan perjuangan Kartini sepertinya juga mengalir di dalam diri seorang perempuan bernama Marsinah asal Sidoarjo, Jawa Timur.
Ya, tentunya nama Marsinah sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia.
(BACA:Kartini, Simbol Keberanian dan Kemandirian Perempuan Indonesia)
Marsinah merupakan seorang aktivis dan buruh pabrik yang bekerja di sebuah perusahaan perakitan jam yang ada di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Marsinah yang hidup pada masa Pemerintahan Orde Baru itu ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993, setelah menghilang selama tiga hari.
Di mana orang-orang yang pokal pada saat itu memang akan tersingkirkan.
Dan mungkin, hal ini juga dialami oleh Marsinah yang sempat diculik sampai akhirnya terbunuh.
Mayat Marsinah ditemukan di hutan yang ada di Dusun Jegong, Desa Wilangan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
Dua orang yang terlibat dalam otopsi jenazah Marsinah menyimpulkan jika ia tewas akibat penganiayaan berat.
(BACA:Ingat Lara dan Mara Bawar? Dua Kembar Negro Asal Brazil yang Unik, Begini Mereka Sekarang)
Pada tahun yang sama, Marsinah mendapatkan Penghargaan Yap Thiam Hien.
Kasus ini kemudian menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang kemudian dikenal sebagai kasus 1713.
Seperti Kartini yang terus memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mengenyam pendidikan, Marsinah juga menjadi salah satu pejuang hak-hak buruh saat itu.
Pada awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan sebuah surat edaran yang berisi himbauan kepada perusahaan agar menaikkan kesejahteraan para karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% dari gaji pokok.
Tentunya himbauan itu mendapatkan sambutan yang baik dari para karyawan.
Namun tidak bagi perusahaan, karena ini artinya beban pengeluaran mereka menjadi bertambah.
(BACA:Unik! Seorang Pria di Malaysia Miliki Hobi Koleksi Barang-barang Politik Antik)
Pada pertengahan April 1993, karyawan di pabrik tempat Marsinah bekerja membahas surat edaran ini dengan resah sampai akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan unjuk rasa.
Unjuk rasa dilakukan pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993 dengan tuntutan kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.
Marsinah menjadi salah satu buruh yang aktif dalam aksi unjuk rasa ini.
Mulai dari rapat pembahasan rencana unjuk rasa sampai pada aksi unjuk rasa sendiri.
Pada 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja dan mogok total bekerja pada 4 Mei 1993.
Mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah karyawan sesuai dengan himbauan pemerintah.
(BACA:Sosok Barbara Bush dalam Kenangan Jenna B Hager Melalui Sebuah Surat, Isinya Mengharukan)
Sampai tanggal 5 Mei, Marsinah masih aktif bersama teman-temannya dalam kegiatan unjuk rasa dan berbagai macam kegiatan perundingan.
Bahkan ia menjadi satu dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Barulah mulai tanggal 6 Mei keberadaan Marsinah tidak diketahui sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada 8 Mei 1993.
Selang beberapa bulan, tepatnya pada 30 September 1993, telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus pembunhan Marsinah.
Meski ada beberapa pihak yang dinyatakan bersalah dalam kasus ini, tetap saja masih ada keganjilan yang sepertinya masih disembunyikan.
Sejumlah orang yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan Marsinah ditangkap secara diam-diam dan dijatuhi hukuman empat sampai 12 tahun penjara.
(BACA:Mengenang Tragedi Tenggelamnya Kapal Sewol di Korea Selatan, 304 Orang Tewas dan Hilang)
Namun, mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi.
Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni).
Putusan MA tersebut tentunya menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak.
Hal ini justru membuat orang-orang berspekulasi jika penyelidikan kasus ini hanyalah rekayasa.
Karena satu demi satu terungkap pengakuan mengejutkan dari para terdakwa yang ternyata tidak mengetahui rapat ataupun hal-hal terkait perencanaan pembunuhan Marsinah.
Dikutip dari laman Kompas, beberapa tahun yang lalu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sempat menggelar aksi di makam pejuang buruh itu.
(BACA: Inggris Akan Perkenalkan Larangan Keras Penjualan Gading untuk Melindungi Gajah)
Aksi itu dilakukan bertepatan pada hari buruh, 1 Mei 2011 silam.
Ketua AJI Kediri, Hari Tri Wasono mengatakan jika pihaknya sengaja memanfaatkan hari buruh pada saat itu untuk kembali mengingatkan pemerintah terhadap 'utang' lama itu.
Meski menerima penghargaan dan masuk ke dalam catatan ILO, tetap saja, sampai hari ini pembunuh Marsinah yang sebenarnya masih belum menerima hukuman.
Marsinah hanya satu dari puluhan kasus pelanggaran HAM lainnya yang tidak pernah berakhir dengan kejelasan.
Marsinah hanya buruh yang memperjuangkan hak-haknya.
Tapi sayang, nasib berkata lain pada perjuangannya.
(BACA:Winnie Mandela: Sosok Wanita yang Dicintai dan Dibenci dalam Catatan Sejarah)
Meski demikian, sampai hari ini masih banyak orang yang mengenang Marsinah.
Para Mahasiswa masih terus mengusung kasus Marsinah dalam aksi-aksi hari buruh yang diperingati setiap tanggal 1 Mei.(*)