Find Us On Social Media :

Bekerja di Bunker Rahasia, Inilah Kisah 9 Wanita yang Menjadi Mata Telinga Negara Menghadapi Ancaman Rudal Nuklir

By Seto Ajinugroho, Senin, 23 April 2018 | 17:18 WIB

Para Wanita yang menjadi mata dan telinga menghadapi ancaman rudal nuklir

Grid.ID - Perang Dingin yang berlangsung pada tahun 1947-1991 menjadi babakan paling menakutkan bagi dunia.

Perang yang dimaksud disini adalah ketegangan militer dan politik bagi dua kubu, Uni Soviet dan Amerika Serikat beserta sekutunya.

Saat itu dunia terancam akan perang pemusnahan massal berwujud perang nuklir.

Maka negara-negara maju di dunia macam Inggris lantas melakukan langkah pertahanan defensif demi menghadapi kemungkinan dampak terburuk Perang Dingin.

Pesawat Tempur Angkatan Udara Amerika Serikat Pernah Dibuat Panik dan Ketakutan Oleh Kapal Selam Indonesia

Program pertahanan ini kemudian diberi sandi 'Rotor' oleh angkatan perang Inggris.

Teknisnya program Rotor melibatkan pihak angkatan udara (Royal Air Force/RAF) Inggris untuk membangun sebuah bunker rahasia pada tahun 1953 sebagai stasiun radar pengintai situs rudal nuklir milik Uni Soviet.

Bunker itu terletak di dataran Holderness, East Yorkshire.

Bunker rahasia itu kemudian dinamai RAF Holmpton karena berada di desa Holmpton.

Bindi Sue Irwin, Si Cantik Mempesona Pawang Binatang Buas

Bahkan dipintu masuk Bunker dibangun sebuah rumah untuk menyamarkan bahwa dibawahnya adalah bunker rahasia.

Sangarnya para pengoperasi radar di RAF Holmpton bukanlah laki-laki namun malah sekumpulan wanita berbagai usia.

Sembilan orang wanita itu ialah personel RAF yang sudah dilatih dalam hal pengoperasian radar.

Di tangan mereka terdapat tanggung jawab berat dan menyangkut keselamatan nasional negara Inggris.

Karena tugas kesembilan wanita itu adalah mengawasi serta memberi peringatan dini selama 24 jam tanpa henti saban harinya jikalau Soviet mengirimkan misil nuklir atau pesawat tempurnya ke Inggris.

4 Mitos Mengerikan Zaman Baheula Tentang Organ Sensitif Wanita

Bukan hanya itu jika nuklir terlanjur meledak dan meluluhlantakan Inggris mereka harus segera melakukan konsolidasi dengan pihak terkait untuk memulihkan ketertiban dan konstitusi negara Inggris.

"Biasanya satu atau dua pesawat tempur akan terlacak, lantas RAF akan mencegat dan mengawal mereka keluar dari wilayah udara kami."

"Mereka biasanya berasal dari Uni Soviet."

"Itu terjadi cukup sering selama periode Perang Dingin dan membuat kita tetap waspada." ujar Cpl Huitt wanita personel RAF yang mengoperasikan radar saat itu.

Cpl Huitt juga mengaku dirinya sangat menikmati pekerjaannya itu walaupun resikonya sangat besar.

"Kami mendapat dua pertiga dari gaji seorang personel pria."

"Jika diantara kami ada yang hamil maka akan dipulangkan sampai melahirkan lalu baru bertugas kembali." ujar Cpl Huitt.

Lain lagi dengan seorang personel wanita lainnya bernama Turner.

Ia mengatakan identitas mereka yang bekerja di bunker itu harus disembunyikan, tak boleh ada yang tahu.

"Karena itu rahasia mungkin adalah alasan utama, tidak pernah didokumentasikan juga bahwa para wanita ini selama bertahun-tahun menjadi mata telinga bagi negara Inggris terhadap ancaman misil nuklir."

Kesembilan perempuan yang bekerja di bunker Holmpton memiliki dedikasi dan tanggung jawab yang tinggi terhadap kewajiban mereka.

Salah satu wanita personel pengoperasi radar lainnya bernama Ann Metcalfe mempunyai tugas tak kalah pentingnya.

Ia bertugas menghitung ukuran dan posisi rudal nuklir ketika sudah diluncurkan.

Ann mengatakan "Saya menjadi pengawas triangulasi, bertanggung jawab untuk menghitung ukuran dan posisi bom."

"Kami memiliki tabel penghitung yang akan menghitung dengan tepat seberapa besar bom itu."

Ann juga bersyukur bahwa akhirnya perang dingin berakhir dan tak ada satupun rudal nuklir yang diluncurkan.

"Karena pada waktu itu saya punya suami di rumah dan dua anak kecil.

"Di belakang pikiran Anda, Anda berharap (serangan nuklir) tidak akan pernah terjadi," katanya.

Namun jika serangan nuklir terjadi maka Ann malah berharap bom itu menimpa langsung di atap rumahnya saja.

"Saya selalu berpikir jika ada serangan nuklir, saya ingin bom itu mendarat di atas rumah keluarga saya. Tidak mengacau, saya tidak ingin mereka mati perlahan-lahan karena radiasi itu adalah kematian yang mengerikan." pungkasnya. (*)