Grid.ID - Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) yang digelorakan oleh Soekarno pada 19 Desember 1961 di Alun-alun Utara Yogjakarta.
Tujuan operasi itu jelas, merebut kembali Irian Barat dari tangan 'Kompeni' Belanda yang hendak mendirikan negara Papua disana.
Segera setelah Trikora dikumandangkan dibentuklah komando Mandala yang dikomandani oleh Mayjen Soeharto yang berpusat di Makassar.
Komando Mandala inilah yang melaksanakan teknis operasi militer untuk membuat Belanda angkat kaki dari Tanah Merah.
Sebagai wujud nyata Trikora maka dilaksanakanlah operasi Jayawijaya.
Salah satu usahanya ialah mengirimkan kapal selam Whiskey Class, RI Nagabanda untuk melakukan pengintaian di pelabuhan Biak.
Operasi Pengintaian itu diberi sandi 'Cakra.'
Misi pengintaian RI Nagabanda ke pelabuhan Biak tergolong sangat berbahaya.
Lantaran ketatnya patroli AL dan AU Belanda di sekitar pelabuhan Biak.
Salah-salah malah RI Nagabanda menjadi sasaran empuk dari armada pemburu kapal selam Belanda.
Namun tugas pengintaian berhasil dilakukan dengan baik dan data intelijen hasil pengintaian juga sudah dikirimkan ke pusat kendali operasi.
RI Nagabanda segera beranjak pergi dari sekitar perairan Biak, pulang kembali ke markas.
Masha dan Dasha Si Kembar Siam yang Punya Kecenderungan Psikopat dan Penuh Empati
Dalam perjalanan pulang saat matahari sudah terbit, RI Nagabanda sengaja berlayar di permukaan air sembari mengisi baterai sebagai tenaga saat menyelam nanti.
Selain itu komandan RI Nagabanda juga mengikuti saran awak kapal yang ingin menghirup udara segar karena sumpek juga seharian di dalam kapal.
Tapi emang dasar hari sedang sial rupanya keberadaan RI Nagabanda dikuntit oleh pesawat Neptune milik Koninklijke Marine (AL Belanda).
Kaget karena kepergok pesawat musuh, komandan RI Nagabanda saat itu Mayor Wignyo segera memerintahkan kapal untuk segera menyelam dengan kecepatan maksimal (Dive Crash).
Benar saja tak lama kemudian Neptune bersama armada pemburu kapal selam Belanda datang berbondong-bondong untuk mengeliminasi RI Nagabanda.
RI Nagabanda kemudian berusaha menghindari kejaran kapal musuh dengan cara merubah haluan dan menambah kedalaman menyelam.
Mayor Wignyo selaku komandan RI Nagabanda segera memerintahkan untuk mematikan mesin kapal selam di kedalaman 180 meter dalam posisi mengambang.
Selain itu ditempat RI Nagabanda berhenti mematikan mesin juga berada di antara batu karang sehingga ia mendapat perlindungan disana.
Hal ini dilakukan karena pancaran sonar penjejak kapal selam milik AL Belanda bekerja berdasarkan suara mesin dan bentuk dari target buruannya.
Nah, dengan mesin dimatikan dan terlindung batu karang maka sonar tersebut sudah tak berguna lagi seakan dibuat 'buta.'
Namun AL Belanda tak menyerah begitu saja mereka tetap saja berpatroli untuk memastikan bahwa RI Nagabanda sudah lenyap atau belum.
Permainan 'kucing-kucingan'itu pun akhirnya selesai setelah 36 jam berlalu.
Bayangkan saja 36 jam penderitaan awak kapal selam RI Nagabanda yang berdiam diri didalam laut, kekurangan udara, pengap, sumpek dan panas harus mereka tahan demi keselamatan diri serta RI Nagabanda.
Setelah dirasa aman karena tidak terdengar lagi aktivitas kapal perang Belanda maka RI Nagabanda menyembul ke permukaan.
Setelah itu RI Nagabanda kembali berlayar menuju pangkalannya di Bitung.
Sesampai di pangkalan diketahui bahwa RI Nagabanda mengalami kebocoran di ruang baterai saat 36 jam berdiam diri didalam lautan tadi.
Untung! jika saja lebih dari 36 jam berdiam diri didalam lautan maka bisa dipastikan RI Nagabanda akan tenggelam ke dasar laut karena kebocoran itu.(*)