Grid.ID - Tanggal 21 April diperingati sebagai hari Kartini oleh masyarakat Indonesia.
Ya, tanggal 21 April tak lain adalah tanggal kelahiran Raden Ajeng (RA) Kartini, yang dikenal sebagai pejuang emansipasi perempuan di Indonesia, asal Jepara.
Melansir laman Kompas.com, penetapan tanggal 21 April sebagai hari Kartini adalah sebuah wujud penghormatan kepada RA Kartini, atas jasanya dalam memperjuangkan emansipasi perempuan di Indonesia.
Seperti diketahui, Kartini berjuang agar perempuan di Indonesia bisa mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan kaum laki-laki.
Apalagi, selama hidup, ia yang merupakan anak seorang bangsawan masih belum leluasa memperoleh pendidikan.
Meski begitu, Kartini beruntung bisa mengenyam pendidikan di ELS (Europes Lagere School) hingga berusia 12 tahun.
Setelah berusia 12 tahun, Kartini harus tinggal di rumah. Hal itu lantaran keluarga Kartini yang merupakan bangsawan sangat mematuhi tradisi Jawa, yang mengharuskan anak perempuannya untuk tinggal di rumah sejak usia 12 tahun hingga menikah.
Keingingan Kartini untuk mendapat pendidikan yang lebih tinggi pun harus dikubur, lantaran menikah dengan bangsawan Rembang, bernama KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat pada tahun 1903.
Dari pernikahannya dengan bangsawan Rembang, Kartini dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Raden Mas Soesalit Djojodiningrat.
Belum sempat melihat tumbuh kembang anaknya, Kartini sudah meninggal empat hari setelah melahirkan, yakni pada 17 September 1904.
Kartini meninggal dunia di usia 25 tahun.
Kematian Kartini bahkan sempat menjadi misteri.
Dilansir dari berbagai sumber, Kartini tutup usia karena penyakit preeklamsia, yang dideritanya setelah melahirkan.
Diberitakan GridHot.ID sebelumnya, preeklamsia sering disebut keracunan kehamilan, atau komplikasi yang cukup rentan menyerang ibu hamil.
Dilansir dari Mayo Clinic via GridHot.ID, penyakit preeklamsia ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kerusakan sistim organ lain, yang paling sering hati dan ginjal.
Penyakit yang sering menyerang ibu hamil ini dimulai setelah 20 minggu kehamilan, pada perempuan yang tekanan darahnya normal.
Seperti diketahui, tekanan darah ibu hamil dengan preeklamsia biasanya berada di atas 130/90 mmHg.
Padahal tekanan darah manusia yang normal berkisar 120/80 mmHg.
Kemungkinan terburuk dari penyakit ini bisa menyebabkan kematian pada ibu hamil, dan juga kecacatan pada bayi.
Penyakit ini semakin berbahaya karena terkadang berkembang tanpa gejala apapaun.
Namun, pada umumnya ditandai dengan gejala kejang-kejang karena tekanan darah yang tinggi setelah ibu melahirkan.
Maka tak heran penyakit preeklamsia ini menjadi momok tersendiri bagi ibu hamil di seluruh dunia.
Para ibu hamil bisa mencegah penyakit ini dengan selalu memantau tekanan darah saat periksa kehamilan.
(*)