Find Us On Social Media :

Seumur Hidup Tolak Poligami, RA Kartini Justru Terpaksa Jadi Istri ke-4 Bupati Rembang, Kisah Hidupnya Lahirkan Sajak Tentang Cinta

By Silmi Nur Aziza, Selasa, 21 April 2020 | 08:10 WIB

RA Kartini

Laporan Wartawan Grid.ID, Silmi Nur A

Grid.ID – Tanggal 21 April selalu diperingati sebagai Hari Kartini.

Biasanya, anak-anak akan berdandan menggunakan pakaian adat untuk mengenang sang pahlawan wanita.

RA Kartini merupakan sosok yang sangat berjasa dalam mengembangkan pendidikan Indonesia, khususnya bagi kaum hawa.

Kartini lah yang mempelopori penyetaraan antara pria dan wanita.

Melansir GridHot, Senin (20/4/2020), Kartini lahir dari kalangan priyayi Jawa.

Baca Juga: Menunggu Detik-detik Persalinan di Tengah Wabah covid-19, Marissa Nasution Merasakan Perbedaan Besar Dibandingkan Melahirkan Anak Sebelumnya

Kartini kemudian menikah dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Djojodiningrat yang usianya jauh di atasnya.

Menjadi sosok yang menentang keras poligami, membuat kisah cintanya terasa menyedihkan saat Kartini harus menerima pernikahannya dengan sang Bupati.

Sejak kecil, Kartini sudah paham betul bagaimana rasanya hidup dalam lingkungan poligami.

Ibunya, Ngasirah pun merasakan pahitnya hidup dalam poligami karena ayahnya harus menikahi wanita lain.

Kala itu, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang akan dilantik menjadi bupati diwajibkan menikahi wanita dari keturunan bangsawan.

Baca Juga: 11 Tahun Jadi Pengusaha Sukses, Komedian Azis Gagap Tetap Kaya Raya Meski Putuskan Hengkang dari OVJ!

Dari pernikahan dengan sang Bupati Rembang, Kartini memiliki seorang anak laki-laki bernama Raden Mas Soesalit Djojodiningrat.

Namun, Kartini harus berpulang kala usianya 25 tahun pada 17 September 1904.

Tepat empat hari setelah Kartini melahirkan putranya.

Baca Juga: Belahan Dada Terekspos saat Pakai Kebaya, Ini Penampilan Vanessa Angel Hingga Agnez Mo yang Curi Perhatian

Melansir Tribunnews.com, sepeninggalan Kartini, MR. JH Abendanin yang merupakan sosok sahabat bagi Kartini, mengumpulkan surat-surat yang ditulis Kartini.

Surat-surat yang terkumpul kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Door Duisternis tot Licht pada tahun 1911.

Sebelas tahun berlalu dan buku tersebut kemudian diterbitkan dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang oleh Balai Pustaka.

Baca Juga: Miris! Tidak Tau Sudah Terjangkit Corona, Seorang Ibu di New York Tularkan Virus Covid-19 pada 17 Anaknya

Buku Kartini bahkan diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Agnes Louise Symers dengan judul Letters of a Javanese Princess.

Apa yang dirasakan kartini tentang cinta, terungkap dalam surat-surat yang dikirimkan pada Abendanon dengan sajak-sajak yang indah namun menyatat.Berikut beberapa kutipan surat Kartini.

“Cinta! Apa yang kita ketahui tentang cinta? Bagaimana kita dapat mencintai seorang pria yang tak pernah kita kenal sebelumnya?

Bagaimana pria itu dapat mencintai kita? Tentu saja mustahil. Perempuan dan laki-laki muda dipisahkan, dan tak pernah diizinkan untuk berjumpa.” (Jepara - 25 Mei 1899)

Baca Juga: Dituduh Maling, Tukang Becak di Solo Dipukuli Tanpa Ampun oleh 3 Satpam Hingga Darah Mengucur dan Babak Belur

“Bagaimana mungkin seorang pria dan wanita dapat mencintai satu dengan yang lain ketika mereka baru berjumpa pertama kali dalam kehidupan ini setelah mereka terikat dalam pernikahan?” (Jepara - 6 November 1899)

“Saya tak akan pernah, tak akan pernah jatuh cinta. Mencintai, pertama-tama membutuhkan rasa hormat, menurut hemat saya; dan saya tidak dapat menghormati pemuda Jawa muda.

Bagaimana saya bisa menghormati seseorang yang telah menikah dan menjadi seorang ayah, dan yang telah memiliki istri yang melahirkan anak-anaknya, membawa perempuan lain ke dalam rumahnya?” (Jepara - 6 November 1899)

Baca Juga: Waspada! PSBB Sudah Pada Level Mengerikan Karena Banyak yang Melanggar, Pakar Sebut Hal Buruk akan Terjadi Dalam Waktu Dekat Jika Tidak Lakukan Hal ini

Kamu juga bisa membaca keseluruhan isi surat-surat Kartini dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

Selamat hari Kartini!

(*)