Laporan Wartawan Grid.ID, Novia Tri Astuti
Grid.ID - Baru-baru ini Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly digugat ke Pengadilan Negeri Surakarta, Jawa Tengah.
Hal ini dikarenakan kebijakan Yasona Laoly membebaskan ratusan ribu narapidana melalui program asimilasi dan integrasi dinilai meresahkan warga, khususnya di daerah Surakarta.
Gugatan tersebut telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Surakarta, Jawa Tengah oleh Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen dan lembaga Pengawasan dan Pengawalan Hukum Indonesia pada Kamis (23/4/2020) lalu.
Melansir Informasi dari Tribunnews pada Senin (27/4/2020), Ketua umum Yayasan Mega Bintang Boyamin Saiman menyampaikan keresahan warga setelah adanya kebijakan pembebasan napi.
"Kami mewakili kepentingan masyarakat yang justru harus ronda di kampung-kampung wilayah Surakarta bahkan ke luar biaya untuk membuat portal di jalan masuk gang," ungkap Boyamin Saiman.
Selain menggugat Yasona Laoly, tiga Lembaga Swadaya Masyarakat yang telah mengajukan gugatan itu juga menuntut Kepala Rumah Tahanan Surakarta dan Kantor Wilayah kemenkumham Jawa Tengah.
Hal ini dikarenakan Yasonna telah mengizinkan Kakanwil Kemenkum Jateng untuk melepas napi di Surakarta namun tidak disertai pengawasan.
Sehingga pelepasan napi ini berdampak pada meningkatnya kejahatan di wilayah Solo.
"Mengizinkan dan memerintahkan ke luar napi seluruh Indonesia dan tidak melakukan pengawasan yang kemudian napi tersebut datang ke Solo dan melakukan kejahatan di Solo," kata Boyamin.
Sementara itu melansir informasi dari dari Kompas, Yasona Laoly menyampaikan bahwa jumlah narapidana yang kembali melakukan kejahatan terbilang rendah.
Yasona menyebut, tingkat residivisme yang dilakukan oleh narapidana tersebut masih di bawah tingkat revidisme sebelum pandemi covid-19.
"Dari 38.000 lebih warga binaan yang dibebaskan lewat program ini, asumsikan saja 50 orang yang kembali melakukan tindak pidana. Angka pengulangan ini sebenarnya masih sangat rendah, bahkan jauh di bawah rate residivisme sebelum Covid-19 ini," kata Yasonna dalam siaran pers, Senin (20/4/2020).
Kendati demikian pihak kepolisian telah mencatat ada 13 narapidana yang kembali berulah setelah dibebaskan lewat program tersebut.
Meskipun tingkat kejahatan melalui program asimilasi terbilang rendah, Yasonna juga berharap hal itu tetap disikap serius.
"Karenanya, bila ada berita di media terkait pengulangan tindak pidana, saya minta setiap kanwil bertindak aktif memastikan kebenarannya di kepolisian. Hal ini harus dilakukan agar masyarakat tidak jadi ketakutan akibat berita miring yang tidak benar," kata Yasonna.
(*)