Find Us On Social Media :

Hanya Minta Nasi Kecap Tapi Diperlakukan Sewenang-wenang oleh Pelayan, Presiden Soekarno: Biarlah Aku yang Hancur, Asalkan Bangsaku Tetap Bersatu!

By None, Minggu, 24 Mei 2020 | 11:15 WIB

Hanya Minta Nasi Kecap Tapi Diperlakukan Sewenang-wenang oleh Pelayan, Presiden Soekarno: Biarlah Aku yang Hancur, Asalkan Bangsaku Tetap Bersatu!

Grid.ID - Sebagai pejuang kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden Soekarno sangat dielu-elukan oleh masyarakat.

Suara lantang Presiden Soekarno saat membacakan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 mampu membangkitkan semangat ribuan masyarakat Indonesia.

Namun, meski jasa-jasanya untuk kemerdekaan Republik Indonesia tak pernah bisa dinilai, Presiden Soekarno justru mengalami kisah tragis di akhir hidup dan kepemimpinannya.

Baca Juga: Diidolakan oleh Presiden Soekarno, Artis Legendaris Berparas Ayu Ini Justru Menderita di Sisa Hidupnya Setelah 2 Kali Jadi Janda dan Hidup Melarat!

Kisah ini dicuplik dari buku berjudul "Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno" terbitan Penerbit Buku Kompas 2014 dan ditulis oleh Asvi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F. Isnaeni, M.F. Mukti.

Pada suatu pagi di Istana Merdeka, Soekarno minta sarapan roti bakar seperti biasanya.

Langsung dijawab oleh pelayan, “Tidak ada roti.”

Baca Juga: Bak Jilat Ludah Sendiri, Pramugari Ini Tolak Cinta Soekarno dengan Alasan Beda Usia tapi Justru Nikahi Duda Lawan Politik sang Proklamator

Soekarno menyahut, “Kalau tidak ada roti, saya minta pisang."

Dijawab, “Itu pun tidak ada.” Karena lapar, Soekarno meminta, “Nasi dengan kecap saja saya mau.”

Lagi-lagi pelayan menjawab, “Nasinya tidak ada.” Akhirnya, Soekarno berangkat ke Bogor untuk mendapatkan sarapan di sana.

Baca Juga: Sayangi Maia Estianty Ketimbang Anak Kandungnya Sendiri, Inilah Sosok Ayah Ahmad Dhani yang Ternyata Bukan Orang Sembarangan dan Politikus di Era Presiden Soekarno

Maulwi Saelan, mantan ajudan dan kepala protokol pengamanan presiden juga menceritakan penjelasan Soekarno bahwa dia tidak ingin melawan kesewenang-wenangan terhadap dirinya.

“Biarlah aku yang hancur asal bangsaku tetap bersatu,” kata Bung Karno.

Di saat lain, setelah menjemput dan mengantar Mayjen Soeharto berbicara empat mata dengan Presiden Soekarno di Istana.

Baca Juga: Sayangi Maia Estianty Ketimbang Anak Kandungnya Sendiri, Inilah Sosok Ayah Ahmad Dhani yang Ternyata Bukan Orang Sembarangan dan Politikus di Era Presiden Soekarno

Maulwi mendengar kalimat atasannya itu, ”Saelan, biarlah nanti sejarah yang mencatat, Soekarno apa Soeharto yang benar.”

Maulwi Saelan tidak pernah paham maksud sebenarnya kalimat itu.

Ketika kekuasaan beralih, Maulwi Saelan ditangkap dan berkeliling dari penjara ke penjara.

Baca Juga: Ingin Tidur dalam Satu Liang Lahat Bersama Ratna Sari Dewi, Soekarno Tuliskan Keinginan Terakhirnya dalam Surat Wasiat untuk sang Mutiara dari Timur: Kalau Ia Meninggal, Kuburlah Ia dalam Kuburku...

Dari Rumah Tahanan Militer Budi Utomo ke Penjara Salemba, pindah ke Lembaga Pemasyarakatan Nirbaya di Jakarta Timur.

Sampai suatu siang di tahun 1972, alias lima tahun setelah ditangkap, dia diperintah untuk keluar dari sel.

Ternyata itu hari pembebasannya. Tanpa pengadilan, tanpa sidang, namun dia harus mencari surat keterangan dari Polisi Militer agar tidak dicap PKI.

“Sudah, begitu saja,” kenangnya.

Artikel ini telah tayang di Intisari.ID dengan judul, Kisah Pilu Bung Karno di Akhir Kekuasaan, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak, Pelayan: 'Nasinya Tidak Ada'

(*)