Find Us On Social Media :

Gaya Rambut Virus Corona Populer di Afrika Timur, Ternyata Terinspirasi dari Perekonomian yang Sulit Akibat Pandemi Covid-19, Simak Kisahnya!

By Devi Agustiana, Sabtu, 16 Mei 2020 | 09:30 WIB

Gaya Rambut Virus Corona Populer di Afrika Timur, Ternyata Terinspirasi dari Perekonomian yang Sulit Akibat Pandemi Covid-19, Simak Kisahnya!

Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana

Grid.ID – Wabah pandemi corona tidak melulu membawa kabar menyedihkan.

Bahkan bisa menciptakan sebuah tren gaya rambut.

Hal itu terjadi di Afrika Timur.

Baca Juga: Kapal Pengangkut 80 Ton Sembako Karam di Sungai Siak Pekanbaru, Warga Malah Berebut Ambil Ribuan Mi Instan yang Mengambang

Dilansir Grid.ID dari Intisari.grid, virus corona menciptakan gaya rambut baru di Afrika Timur, dilambangkan dengan beberapa cabang kepang yang mengarah ke atas seperti bentuk virus.

Sebelumnya, gaya rambut kepang sudah mulai ditinggalkan penduduk Afrika.

Dalam beberapa tahun terakhir, mereka lebih tertarik pada rambut palsu yang diimpor dari India, Tiongkok, dan Brasil.

Baca Juga: Dibakar Hidup-hidup oleh Temannya, Wanita di Sukabumi Mengalami Luka Bakar hingga 90 Persen Usai Disiram Bensin!

Namun kini, di salon kecil di jalan yang sibuk di Kibera, Kenya, seorang penata rambut, Sharon Refa, mengepang rambut anak-anak perempuan seperti antena dan warga setempat menyebutnya ‘gaya rambut coronavirus’.

"Beberapa orang dewasa tidak percaya bahwa virus corona nyata. Sebaliknya, anak-anak muda justru terlihat rajin mencuci tangan mereka dan mengenakan masker. Melihat hal tersebut, muncul ide gaya rambut corona ini," kata Refa.

Siapa sangka, gaya rambut coronavirus populer karena berkaitan dengan kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Baca Juga: Temukan Anak Semata Wayangnya yang Masih 2 Tahun Tewas Mengambang di Kolam Ikan, Pasutri Asal Blitar Menjerit Histeris hingga Pingsan Berkali-kali

Menurut para ibu di Afrika Timur, model rambut ini bisa didapat dengan membayar harga murah, sekaligus menyebarkan kesadaran bahwa virus corona itu nyata.

Margaret Andeya, seorang ibu yang mengalami kesulitan selama pandemi ini, mengatakan bahwa gaya rambut virus corona ini sangat cocok untuk anaknya, juga uang yang dia punya.

Pembatasan-pembatasan yang berlaku akibat virus tersebut telah ‘melumpuhkan’ orang-orang yang mengadalkan kehidupan pada pekerjaan sehari-hari.

Baca Juga: Polisi Ungkap Kondisi Pelaku Pembunuhan Bocah di Sawah Besar Sekaligus Korban Pemerkosaan Pacar dan Kedua Pamannya: Baik, Sekarang Gambar Putri Barbie Diwarnai

"Gaya rambut ini jauh lebih terjangkau untuk orang-orang seperti saya yang tidak mampu membayar lebih, tapi tetap ingin anak kami terlihat bergaya," ungkapnya.

Lebih lanjut, untuk mendapatkan gaya rambut coronavirus, hanya perlu mengeluarkan uang sekitar Rp 7 ribu.

Sementara, model rambut umumnya memerlukan biaya Rp 45 ribu hingga Rp 75 ribu.

Baca Juga: Ditinggal Suami Bekerja di Malaysia, Wanita di Situbondo Ditemukan Anak-anaknya Bersimbah Darah Setelah Menjalin Hubungan Gelap dengan Pria Lain

Kebanyakan warga Kibera tidak bisa mengeluarkan uang sebanyak itu saat ini.

Teknik yang digunakan dalam gaya rambut corona virus adalah menggunakan benang, bukan kepang rambut sintetis.

Ini lah rahasia yang membuat harganya terjangkau.

Baca Juga: Fatwa MUI: Pelaksanaan Sholat Idul Fitri di Tengah Pandemi Covid-19 Boleh Dilaksakan di Lapangan, Namun dengan Syarat...

"Covid-19 telah menghancurkan ekonomi, mengambil pekerjaan kami sehingga uang sangat langka. Saya memutuskan memilih gaya rambut ini untuk anak saya karena harganya murah. Di saat yang bersama, membantu mengomunikasikan tentang virus corona pada masyarakat umum," cerita Miriam Rashid, salah satu ibu di Kibera.

Jumlah kasus Covid-19 diketahui mencapai 715, per Selasa (12/5/2020).

Namun, dengan kurangnya pengujian, angka aslinya mungkin lebih tinggi.

Baca Juga: Terungkap, Gambar-gambar Remaja Pembunuh Bocah di Sawah Besar Adalah Ilustrasi Sebenarnya, Termasuk Saat Pelaku Diikat dan Dicabuli Pacarnya yang Punya Kelainan Seksual!

Ahli kesehatan di negara tersebut pun khawatir tentang kemungkinan penyebaran virus di daerah kumuh yang padat.

(*)