Menu yang disajikan biasanya terdiri dari opor ayam, gudeg, sambal goreng krecek dilengkapi dengan lontong atau ketupat.
Selain dilakukan bersama keluarga, tradisi saling memaafkan ini biasanya juga melibatkan tetangga di sekitar rumah.
Orang-orang biasanya akan berkunjung ke rumah orang yang paling tua atau yang paling dihormati untuk meminta maaf atas kesalahan-kesalahan yang lalu.
Drajat menyebutkan, tidak ada kepastian sejak kapan budaya ini berkembang di masyarakat.
"Walaupun ada cerita, tahun 1948 dari K.H. Wahab Hasbullah yang dulu berdialog dengan Bung Karno untuk mencari jalan keluar dari disintegrasi bangsa," kata Drajat.
K.H. Wahab Hasbullah kemudian mengusulkan adanya suatu bentuk rekonsiliasi nasional dalam bentuk kultural, yaitu dengan memanfaatkan momen lebaran untuk saling memaafkan.
Bung Karno kemudian menerima usulan ini dan oleh Bung Karno kemudian diusulkan bahwa tradisi ini dinamai halal bi halal yang masih dilakukan hingga sekarang.
Namun, masih belum bisa dipastikan bahwa hal tersebut merupakan latar belakang dari kemunculan budaya ini.
"Hanya begini, sebagai sebuah budaya, maka (halal bi halal) bisa bertahan karena ada nilai-nilai yang dijunjung tinggi di dalamnya," kata Drajat.
Dia menjelaskan, ada nilai-nilai penghargaan dan penghormatan terhadap orangtua dan juga saudara.
Konsepsi tentang penghormatan inilah yang kemudian membuat tradisi ini tetap lestari.
Terdapat beragam tips menarik untuk menyambut Ramadan dan Idul Fitri 2020 di tengah pandemi virus corona yang semakin merebak.
Misalnya dengan saling berkirim ucapan selamat Idul Fitri melalui pesan singkat, silaturahim melalui video call, dan berkirim parsel lebaran.
(*)