Selain itu, gaji yang diberikan kepada mereka hanya sebesar Rp 750.000 per bulan.
"Tenaga paramedis tidak mau melaksanakan perintah pihak rumah sakit karena tidak ada surat tugas, selain itu tidak ada kejelasan soal insentif bagi mereka.
Mereka hanya menerima honor bulanan sebesar Rp 750 ribu, sementara mereka diminta juga menangani warga yang positif Covid-19,” terang sumber dari Kompas.com yang tidak ingin disebut namanya.
Menyikapi aksi protes tersebut, akhirnya DPRD Ogan Ilir pun ikut turun tangan.
Tanggapan DPRD Ogan Ilir
Ketua Komisi IV DPRD Ogan Ilir, Rizal Mustopa, mengaku sudah mendesak bupati untuk melakukan evaluasi terhadap manajemen RSUD.
Sebab, ia menilai tuntutan yang disampaikan para tenaga medis berkaitan dengan kebutuhan dasar dan keselamatan tenaga medis itu sendiri.
Seperti kebutuhan APD standar, inentif tambahan, rumah singgah, dan sebagainya.
Ia pun menganggap jika tuntutan para tenaga medis tersebut memang seharusnya sudah menjadi kewajiban pemerintah.
“Intinya pemenuhan apa yang dituntut oleh tenaga paramedis itu seharusnya sudah menjadi kewajiban Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir, sebab masalah itu sudah diajukan, termasuk masalah insentif juga sudah diajukan RSUD Ogan Ilir jauh hari sebelum kejadian ini, pertanyaanya kenapa tenaga kesehatan itu bisa mogok?“ tanya Rizal.
Karena itu, ia meminta Pemkab Ogan Ilir untuk segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Direktur dan manajemen RSUD.