Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa soal pelaksanaan shalat Idul Fitri 2020 di masa pandemi Covid-19.
Dalam fatwa itu disebutkan bahwa shalat Idul Fitri boleh dilakukan secara berjemaah di masjid, tanah lapang, mushala, atau tempat lain jika memenuhi beberapa syarat berikut:
Pertama, berada di kawasan yang sudah terkendali pada saat 1 Syawal 1441 H.
Hal tersebut ditandai dengan angka penularan yang menunjukkan penurunan tren dan kebijakan pelonggaran aktivitas sosial yang memungkinkan terjadinya kerumunan berdasarkan ahli yang kredibel dan amanah.
Kedua, berada di kawasan terkendali atau kawasan yang bebas Covid-19 dan diyakini tidak terdapat penularan, seperti di kawasan pedesaan atau perumahan terbatas yang homogen, tak ada yang terinfeksi, dan tidak ada keluar masuk orang.
Kendati demikian, pelaksanaan shalat Idul Fitri harus tetap melaksanakan protokol kesehatan yang berlaku.
Selain itu, shalat Idul Fitri juga harus mencegah terjadinya potensi penularan virus corona.
Di antaranya adalah dengan memperpendek bacaan shalat dan pelaksanaan khutbah.
Jika tidak memenuhi syarat dua syarat itu, maka shalat Idul Fitri sebaiknya dilakukan di rumah untuk memutus rantai penyebaran virus corona.
Baca Juga: Idul Fitri 2020 dengan Tahun-Tahun Sebelumnya, Apa Saja Sih Perbedaannya Dulu dan Sekarang?
Hal itu sesuai dengan kaidah fikih berikut:
"Menolak mafsadah didahulukan dari pada mencari kemaslahatan".
Lebih lanjut, ternyata sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri, ada beberapa sunah yang bisa dilakukan.
Apa saja sunah yang bisa dilakukan sebelum shalat Idul Fitri?
Bertakbir di hari Idul Fitri lebih keras dari pada Idul Adha
Ini termasuk sunah yang agung pada hari Idul Fitri, berdasarkan firman Allah SWT.
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185).
Terdapat riwayat shahih dari Abu Abdurrahman As-Silmi, dia berkata, ‘Mereka para hari Idul Fitri lebih keras dibanding Idul Adha) Waki’ berkata, ‘Yang dimaksud (keras) adalah bertakbir.’ (Lihat Irwa’ul Ghalil 3/122).
Sedangkan Imam Daruquthni meriwayatkan bahwa Ibnu Umar apabila berangkat untuk shalat Idul Fitri dan Idul Adha, bersungguh-sungguh untuk bertakbir hingga tiba ke tempat sholat, kemudian dia terus bertakbir hingga imam datang.
Baca Juga: Sajian Lebaran Spesial Idul Fitri 2020, Domba Panggang Khas Maroko Bisa Jadi Menu Pilihan
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Az-Zuhri, dia berkata, ‘Orang-orang bertakbir pada hari Idul Fitri hingga mereka keluar dari rumah-rumah mereka hingga ketika mereka mendatangi tempat sholat dan hingga imam datang.’
Apabila imam telah datang, mereka semua diam, jika imam bertakbir, merekapun bertakbir.
Ibnu Syihab Az-Zuhri rahimahullah berkata, ‘Dahulu orang-orang bertakbir sejak mereka keluar dari rumah-rumah mereka hingga datangnya imam (ke tempat sholat untuk memulai sholat).’
Waktu takbir dalam sholat Idul Fitri dimulai sejak malam Ied hingga imam masuk (ke tempat sholat) untuk melakukan sholat Ied.
Makan sebelum sholat Idul Fitri
Salah satu sunah di hari Idul Fitri adalah tidak berangkat sholat sebelum memakan beberapa butir kurma.
Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Sahabat Anas bin Malik, dia berkata, “Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak berangkat pada hari Idul Fitri sebelum memakan beberapa butir kurma, dan dia memakannya dengan jumlah ganjil.” (HR. Bukhari)
Tak harus kurma, hendaknya umat Muslim yang hendak sholat Idul Fitri harus memakan sesuatu untuk mengisi perut.
Mandi sebelum sholat Idul Fitri
Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa jumhur ulama’ sepakat tentang kesunahan mandi sebelum berangkat untuk melaksanakan sholat Idul Fitri .
Alasan yang menjadi sebab disunahkannya mandi pada hari Jumat dan atau kesempatan lainnya saat kaum muslimin berkumpul secara umum, juga terdapat pada sholat Idul Fitri, bahkan boleh jadi pada sholat Idul Fitri alasan itu lebih kuat.
Baca Juga: Resep Kue Lebaran Nastar Anti Gagal untuk Disajikan Selama Idul Fitri 2020
Berhias pada dua hari Idul Fitri
Ibnu Umar berkata, ‘Umar radhiallahu anhu mengambil (membeli) sebuah jubah dari sutera yang dijual di pasar, lalu dia mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, belilah ini dan berhiaslah dengannya untuk Hari Raya dan menyambut tamu.’
Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak mendapatkan bagian (di hari kiamat).” (HR. Bukhori)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyetujui tindakan Umar untuk berhias pada hari Idul Fitri, akan tetapi yang dia ingkari adalah membeli baju tersebut, karena terbuat dari sutera.
Dari Jabir radhialahu anhu, dia berkata, adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam memiliki gamis yang biasa beliau pakai untuk sholat dua Hari Raya dan hari Jumat.
(Shahih Ibnu Khuzaimah) Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa Ibnu Umar memakai pakaian yang paling bagus pada hari Ied.
Maka bagi kaum muslim yang ingin berangkat untuk menunaikan sholat Idul Fitri, hendaknya memakai pakaian yang paling bagus ketika berangkat untuk sholat Ied.
Baca Juga: Idul Fitri 2020: Yuk Simak Perayaan Lebaran yang Dilakukan Penduduk di Berbagai Belahan Dunia
Lewat jalan yang beda ketika berangkat dan pulang
Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma, dia berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada Hari Id menempuh jalan yang berbeda. (HR. Bukhari)
Ada yang mengatakan bahwa hikmah dari perbuatan tersebut adalah agar kedua jalan itu menjadi saksi di hadapan Allah pada hari kiamat, sebab bumi akan berbicara pada hari kiamat terhadap kebaikan atau keburukan yang dilakukan di atasnya.
Terdapat pula yang mengatakan untuk menampakkan syiar Islam di kedua jalan tersebut.
Syiar Islam dapat berupa zikir kepada Allah, atau menimbulkan rasa gentar terhadap kaum munafik atau orang Yahudi dengan banyaknya orang bersamanya, atau untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, apakah untuk meminta fatwa, mengajarkan atau memenuhi segala kebutuhan, atau untuk mengunjungi kerabat dan bersilaturahim.
(*)