Find Us On Social Media :

Covid-19 Bikin Jumlah Pengangguran Muda Meningkat Pesat, ILO: Karyawan Perempuan Lebih Terdampak Ketimbang Laki-laki!

By None, Kamis, 28 Mei 2020 | 12:14 WIB

Ilustrasi Pengangguran

Grid.ID – Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merilis sebuah analisis baru tentang krisis ekonomi yang erat kaitannya dengan COVID-19.

Dalam laporan data terbaru ILO menyebutkan bahwa satu dari enam karyawan berhenti bekerja akibat merebaknya pandemi COVID-19.

Sementara itu, bagi mereka yang masih bekerja mengalami pemotongan jam kerja sebesar 23 persen.

Menurut Monitor ILO: COVID-19 dan dunia kerja – edisi ke-4, kaum muda terkena dampak pandemi secara tidak proporsional, dan terjadi peningkatan yang besar dan cepat dalam pengangguran muda sejak bulan Februari.

Kondisi ini lebih banyak mempengaruhi perempuan muda dibandingkan laki-laki muda.

Pandemi ini juga memberikan kejutan tiga kali lebih besar bagi kaum muda.

Baca Juga: Hartanya Menggunung, Nikita Mirzani Blak-blakkan Ogah Punya Calon Mantu Pengangguran: Gak Munafik, Orang Mana yang Bisa Hidup Tanpa Ada Uang?

Tidak hanya menghancurkan pekerjaan mereka, tetapi juga mengganggu pendidikan dan pelatihan serta memberikan hambatan besar bagi mereka yang sedang berupaya memasuki pasar kerja atau berpindah pekerjaan.

Di angka 13,6 persen, tingkat pengangguran muda pada 2019 terbilang lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya.

Ada sekitar 267 juta kaum muda yang tidak punya pekerjaan, pendidikan atau pelatihan (NEET) di seluruh dunia.

Mereka yang berusia 15-24 tahun dan bekerja umumnya berada dalam bentuk pekerjaan rentan seperti pekerjaan berupah rendah, pekerjaan di sektor informal atau sebagai pekerja migran.

Baca Juga: Lelah Jadi Pengangguran, Via Vallen Langsung Curhat ke Media Sosial hingga Dikomentari Pedangdut Inul Daratista, Ada Apa?

“Krisis ekonomi akibat COVID-19 menghantam kaum muda – terutama perempuan – dengan lebih berat dan cepat dibandingkan kelompok lainnya.

Jika kita tidak mengambil aksi yang signifikan dan segera untuk memperbaiki situasi mereka, imbas virus ini dapat kita rasakan beberapa dasawarsa ke depan.

Jika bakat dan energi mereka tidak termanfaatkan dengan baik akibat kurangnya peluang atau keterampilan ini akan membahayakan masa depan kita semua dan akan semakin sulit untuk membangun kembali perekonomian yang lebih baik pasca COVID,” kata Direktur Jenderal ILO, Guy Ryder.

Baca Juga: Suaminya Dinyinyiri Netizen Karena Dianggap Pengangguran, Rina Nose Beri Tanggapan Santai Tapi Menohok: Bully Bully Aja, Kita Punya Jawaban!

Monitor ILO ini menyerukan tanggapan berskala besar dengan kebijakan yang tersasar untuk mendukung kaum muda, termasuk program yang memastikan lapangan kerja/pelatihan yang luas di negara-negara berkembang dan program yang kaya pekerjaan di negara dengan pendapatan ekonomi rendah dan menengah.

Pengujian dan penelusuran yang dilakukan olehMonitor ILO edisi ke-4 ini juga mengungkapkan langkah-langkah untuk menciptakan proses kembali ke lingkungan kerja yang aman.

Laporan menyebutkan pengujian dan penelusuran secara teliti terhadap infeksi of COVID-19, “sangat kuat berkaitan dengan gangguan pasar kerja yang lebih rendah …. [dan] gangguan sosial yang jauh lebih kecil dibandingkan langkah isolasi dan karantina.”

Baca Juga: Kini Kempat-kempot Pikirkan Cara Agar Bisnisnya Bertahan hingga Rumahkan Karyawan, Ruben Onsu Ternyata Sempat Bangun Istana Megah yang Dilengkapi Minimarket Pribadi Seharga Rp 75 Miliar!

Di negara-negara dengan proses pengujian dan penelusuran yang kuat, tingkat rata-rata pengurangan jam kerja jauh lebih rendah sebesar 50 persen.

Ada tiga alasan yang menyebabkan hal ini: Pengujian dan penelusuran menurunkan tindakan isolasi yang ketat; meningkatkan kepercayaan masyarakat sehingga mendorong konsumsi serta mendukung ketenagakerjaan; dan membantu meminimalisir gangguan operasional di tempat kerja.

Selanjutnya, pengujian dan penelusuran dapat dengan sendirinya menciptakan pekerjaan baru, walau hanya sementara, yang dapat disasarkan kepada kaum muda atau kelompok prioritas lainnya.

Baca Juga: Jadi Pengusaha yang Bergelimang Harta Hingga Mampu Belikan Jet Pribadi Untuk Maia Estianty, Irwan Mussry Ternyata Miliki Ratusan Cabang Perusahaan di Indonesia yang Jadi Pabrik Uangnya!

Monitor ILO ini menyoroti pentingnya pengelolaan data pribadi. Biaya pun menjadi faktor, namun rasio manfaat terhadap biaya dari pengujian dan penelusuran ini “lebih menguntungkan”.

“Menciptakan pemulihan yang kaya pekerjaan juga mempromosikan kesetaraan dan keberlanjutan yang artinya membuat orang dan perusahaan kembali bekerja secepat mungkin, dalam kondisi yang aman,” kata Ryder.

“Pengujian dan penelusuran dapat menjadi bagian penting dari paket kebijakan apabila kita ingin memerangi rasa ketakutan, mengurangi risiko dan membuat perekonomian dan masyarakat kita bergerak lagi dengan cepat.”

Baca Juga: Asistennya Ngebet Pengin Cepat Kawin, Raffi Ahmad Langsung Jodohkan Merry dengan Karyawan Vega Darwanti: Kasih Waktu, Merry Mau Shalat Istikharah!

Hilangnya jam kerja

Monitor ILO ini juga memperbarui perkiraan penurunan dalam jam kerja di kuartal pertama dan kedua tahun 2020, dibandingkan dengan kuartal keempat tahun 2019.

Diperkirakan 4,8 persen jam kerja hilang selama kuartal pertama 2020 (setara dengan perkiraan 135 juta pekerjaan penuh waktu, dengan asumsi 48 jam kerja per minggu).

Ini mewakili adanya sedikit kenaikan sekitar 7 juta pekerjaan sejak Monitor edisi ketiga.

Diperkirakan jumlah pekerjaan yang hilang di kuartal kedua tetap tidak berubah di angka 305 juta.

Baca Juga: Terpaksa Merumahkan 2500 Karyawannya, Ruben Onsu Akui Hatinya Berkecamuk: Sedih, Saya Pernah Ngerasain Jadi Orang Susah

Dari perspektif regional, Amerika (13,1 persen), dan Eropa dan Asia Tengah (12,9 persen) mewakili kehilangan terbesar dalam jadwal kerja dalam kuartal kedua.

Monitor ILO ini menegaskan kembali seruan untuk langkah segera dan mendesak guna mendukung pekerja dan perusahaan sejalan dengan strategi empat pilar ILO: mendorong perekonomian dan ketenagakerjaan; mendukung perusahaan, pekerjaan dan pendapatan; melindungi pekerja di tempat kerja; dan mengandalkan dialog sosial untuk solusi.

(*)