Adapun strategi yang dimaksud yakni testing, tracing dan isolasi.
"Terjadinya peningkatan ini tentunya ada kelemahan di antara tiga strategi utama tadi," kata Dicky.
Oleh sebab itu, lanjut dia, strategi utama dan kunci untuk melandaikan dan mencegah suatu wilayah agar beranjak dari zonasi yang lebih buruk, satu-satunya jalan adalah menguatkan tiga strategi ini.
Selain itu, peran aktif dari masyarakat juga harus dikedepankan dalam upaya pencegahan.
"Jadi di surabaya ini setidaknya ada 30 kluster lebih. Ditambah dengan perilaku sebagian besar masyarakat yang masih abai, masih banyak yang tidak mengindahkkan kewajiban bermasker, jaga jarak dan lain-lain," ucap Dicky.
Masih banyaknya masyarakat yang abai tersebut tak hanya di Surabaya saja, melainkan juga terjadi hampir di seluruh Indonesia.
Menurutnya, hal ini hendaknya menjadi pelajaran yang berharga bagi daerah-daerah lain.
"Tanpa adanya kerja sama antara masyarakat dan pemangku kepentingan, tentu keinginan kita untuk mencegah terjadinya pelambatan dan mencegah terjadinya penularan Covid-19 ini akan sulit," pungkas dia.
Sementara itu, Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, dr. Joni Wahyuhadi menyebut warna hitam memang menunjukkan tingginya kasus Covid-19 di daerah tersebut.
"Semakin banyak catatan kasusnya, warna di peta sebaran akan semakin pekat hingga berwarna hitam," ujar Joni, Selasa (2/6/2020).
Namun demikian, meski kasus di Surabaya cukup tinggi, upaya penanganan kasus Covid-19 di Surabaya ini justru mendapat pujian.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo menyebut, tingginya temuan kasus di Surabaya ini merupakan buah tracing yang dilakukan serius.
Doni mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sudah melakukan langkah-langkah yang sangat baik.
Pemkot Surabaya melakukan pengambilan sampel di berbagai lingkungan masyarakat.
"Tentunya tak mudah untuk mendapatkan informasi daerah yang kawasannya banyak yang positif. Ini langkah yang strategis dan sangat cerdas," kata Doni, Selasa (2/6/2020).
(*)