Grid.ID - Baru-baru ini masyarakat di seluruh dunia tengah geram dengan aksi seorang polisi di Amerika Serikat yang sangat tak manusiawi.
Adalah Derek Chauvin, seorang polisi yang bertugas di Minneapolis, Amerika Serikat tega menginjak leher pria kulit hitam George Floyd hingga meninggal dunia.
Tak hanya seorang diri, Derek Chauvin melancarkan aksi kejinya itu bersama tiga polisi lain.
Hingga berita ini diunggah, otoritas negara AS dan FBI sedang menyelidiki kasus ini, tetapi belum ada tuntutan yang diajukan terhadap para pelaku.
Baca Juga: Sambut Ulang Tahun ke-45, Angelina Jolie Gelontorkan Dana Rp2,8 Miliar untuk Donasi
Dilansir dari Insider, ini bukan pertama kalinya Chauvin (44) terlibat dalam insiden kekerasan, selama 19 tahun kariernya di Departemen Kepolisian Minneapolis.
Sebelumnya ia sempat terlibat insiden-insiden kekerasan lainnya, termasuk tiga penembakan oleh polisi.
Ia juga telah diadukan 10 kali ke Otoritas Tinjauan Sipil Kota dan Kantor Perilaku Polisi.
Pelaku lainnya bernama Tou Thao memiliki catatan insiden serupa. Ia pernah digugat di pengadilan pada 2017.
Deretan kasus Chauvin
Chauvin diketahui banyak terlibat dalam kasus kematian dan penembakan sebelumnya, serta telah menjadi subyek dari beberapa keluhan.
Pada 2006 ia termasuk di antara enam polisi yang menangani kasus penikaman, menurut laporan kelompok aktivis Minnesota Communities United Against Police Brutality tahun 2016.
Laporan itu menyebutkan, Wayne Reyes yang dicurigai menikam pacar dan seorang temannya, dicegat di kendaraannya oleh keenam polisi itu.
Mereka lalu menembaknya dan ia tewas seketika. Polisi berdalih, itu dilakukan karena Reyes mengarahkan senapan ke arah mereka.
Baca Juga: Tertembak Peluru Karet saat Ikut Demo Black Lives Matter, Halsey Alami Luka Memar!
Kemudian dua tahun berselang, tepat setelah jam 2 dini hari Chauvin menanggapi panggilan 911 di daerah Phillips, Minneapolis, demikan yang diberitakan Pioneer Press.
Chauvin dan rekannya memasuki rumah pelapor dan berhadapan dengan Ira Latrell Toles, usai kekasihnya menelepon polisi.
Toles coba melarikan diri, tetapi "mereka menangkap dan coba melumpuhkannya," kata sebuah pernyataan polisi.
Laporan itu mengatakan, Toles "merebut salah satu senjata petugas", dan Chauvin menembaknya di dada.
Di awal 2008, Departemen Kepolisian memberi Chauvin medali atas keberaniannya menanggapi insiden dengan pria bersenjata, menurut pemberitaan Pioneer Press yang dilansir Insider.
Kemudian pada 2011, Chauvin terlibat dalam kasus penembakan oleh polisi yang ketiga.
Dia termasuk di antara lima polisi yang menanggapi laporan penembakan.
Leroy Martinez (23), seorang penduduk asli Alaska terlihat berlari dari lokasi kejadian dan para polisi mengejarnya, demikian laporan media setempat.
Polisi mengatakan, Martinez menodongkan pistol saat ia melarikan diri. Terry Nutter salah satu polisi kemudian menembak Martinez.
Star Tribune memberitakan, seorang saksi mata membantah klaim polisi bahwa Martinez menodongkan senjata saat ia ditembak.
"Dia menembak bocah itu tanpa alasan," kata Delora kepada Star Tribune.
Perempuan itu menambahkan, Martinez telah menjatuhkan senjatanya dan mengangkat tangan, tetapi polisi justru menembaknya.
Selama hampir dua dekade mengabdi di Kepolisian Minneapolis, Chauvin telah menjadi subyek dari beberapa keluhan internal, menurut database Communities United Against Police Brutality (CUAPBP).
Dalam tiga ulasan terpisah dari Otoritas Tinjauan Sipil, Chauvin ditemukan menggunakan "nada merendahkan", "bahasa yang merendahkan", dan "bahasa-bahasa lain".
Dia juga menjadi subyek tujuh ulasan oleh Kantor Polisi setempat. Setiap ulasan menyimpulkan, "Ditutup - Tidak disiplin". Tidak ada keterangan lain dari keterangan itu.
Kasus Tou Thao
Sementara itu Tou Thao, polisi yang berjaga saat Chauvin menginjak leher George Floyd, pernah menyelesaikan gugatan penggunaan kekuatan berlebihan dengan membayar 25.000 dollar AS (Rp 366 juta).
Penuntutan itu terjadi pada 2017. Si penggugat, Lamar Ferguson, sedang berjalan dengan seorang ibu hamil pada 2014, ketika Thao dan polisi lainnya bernama Robert Thunder mencegat mereka.
Thao dan Thunder lalu memukuli Ferguson, demikian dugaan yang diajukan saat proses hukum.
Pengaduan itu menerangkan, Ferguson menahan "pukulan, tendangan, dan lutut ke wajah dan tubuh" ketika "tidak berdaya dan diborgol", yang menyebabkan ia "patah gigi, memar, dan trauma."
Para polisi membawa Ferguson ke rumah sakit setempat untuk dirawat. Saat mereka mengantarnya ke penjara, Thunder meninggalkannya hanya mengenakan "kaus dan celana dalam".
Dalam pembelaannya, Thai mengaku dia menangkap Ferguson karena ada surat perintah penangkapan, dan menambahkan dirinya memukul Ferguson karena salah satu tangannya lepas dari borgol, demikian lapor Star Tribune.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul, Polisi Pembunuh George Floyd Sering Bermasalah, Ini Deretan Kasusnya
(*)