Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Sejak pandemi Covid-19 melanda dunia, frekuensi panggilan melalui video call meningkat dibanding biasanya.
Hal ini karena sebagian besar perusahaan menerapkan work from home (WFH) atau karantina mandiri sebagai upaya prefentif menekan angka penyebaran Covid-19.
Intensitas panggilan video yang rutin dilakukan, bahkan hampir setiap hari, membuat sebagian orang mengaku merasakan keletihan yang lebih besar bila dibandingkan dengan bekerja di kantor.
Mereka yang memiliki pengalaman yang sama ini kerap disebut sebagai “Zoom Fatigue”.
Namun, tidak hanya dengan Zoom, kondisi tersebut juga kerap dirasakan mereka yang menggunakan Google Hangouts, Skype, FaceTime, atau jenis video call lainnya.
Lantas apa penyebab kelelahan tersebut?
Dilansir Grid.ID dari Kompas.com, penjelasan mengenai Zoom fatigue terangkum dalam wawancara BBC Worklife dengan Gianpiero Petriglieri, seorang profesor di Insead, yang mengeksplorasi pembelajaran dan pengembangan berkelanjutan di tempat kerja, dan Marissa Shuffler, seorang profesor di Universitas Clemson, yang mempelajari kesejahteraan di tempat kerja dan keefektifan kerja tim.
Menurut Petriglieri, melakukan panggilan video membutuhkan lebih banyak fokus daripada obrolan tatap muka.
Obrolan video berarti perlu bekerja lebih keras untuk memproses isyarat non-verbal seperti ekspresi wajah, nada suara, dan bahasa tubuh.
Tuntutan untuk lebih fokus ini mengonsumsi banyak energi.
"Anda tidak dapat bersantai, seperti ketika dalam percakapan tatap muka," katanya.
Ada pula faktor lain, seperti jeda yang terjadi antar percakapan.
“Diam menciptakan ritme alami dalam percakapan kehidupan nyata. Namun, ketika itu terjadi dalam panggilan video, kamu menjadi cemas,” tambahnya.
Kondisi itu juga membuat orang tidak nyaman.
Satu studi tahun 2014 oleh akademisi Jerman menunjukkan bahwa keterlambatan telepon atau sistem konferensi membentuk pandangan kita terhadap orang-orang secara negatif.
Bahkan keterlambatan 1,2 detik membuat orang memandang responden sebagai kurang ramah atau kurang fokus.
Faktor tambahan, kata Shuffler, adalah jika kita secara fisik menggunakan kamera, kita sangat sadar sedang diawasi.
“Ketika kamu berada di konferensi video, kamu tahu semua orang melihatmu. Kamu berada di atas panggung, jadi datanglah tekanan sosial dan perasaan seperti perlu tampil dengan baik.
Menjadi performatif itu menegangkan dan lebih menegangkan,” katanya.
Selain itu, sangat sulit bagi orang-orang untuk tidak melihat wajah mereka sendiri jika mereka dapat melihatnya di layar, atau tidak menyadari bagaimana mereka berperilaku di depan kamera.
Penyebab
Zoom fatigue tidak hanya disebabkan oleh faktor panggilan video semata.
Ada hal-hal lain, seperti kondisi saat ini yang memaksa sebagian besar orang tinggal di rumah, turut berperan dalam menambah keletihan.
Petriglieri percaya bahwa keadaan saat ini yang membuat kita seolah dipaksa untuk melakukan panggilan video mungkin merupakan faktor yang berkontribusi.
“Panggilan video adalah pengingat kita akan orang-orang yang tidak bisa kita temui. Setiap kali Anda melihat seseorang online, seperti kolegamu misalnya, itu akan mengingatkan bahwa kita seharusnya berada di tempat kerja bersama,” katanya.
"Apa yang saya temukan adalah, kita semua kelelahan; Tidak peduli apakah mereka introvert atau ekstrovert. Kita mengalami gangguan yang sama dari konteks yang hampir serupa selama pandemi," tambahnya.
Ada pula fakta bahwa aspek kehidupan kita yang dulu terpisah, seperti pekerjaan, teman, dan keluarga, semuanya sekarang terjadi di ruang yang sama.
Menurut Petriglieri, teori kompleksitas-diri mengandaikan bahwa individu memiliki banyak aspek peran sosial yang bergantung pada konteks, hubungan, kegiatan, dan tujuan.
Ketika aspek-aspek ini dikurangi, kita menjadi lebih rentan terhadap perasaan negatif.
"Sebagian besar peran sosial kita terjadi di tempat yang berbeda, tetapi sekarang konteksnya telah melebur," kata Petriglieri.
Shuffler mengatakan kurangnya waktu istirahat setelah kita memenuhi pekerjaan dan kebutuhan keluarga mungkin menjadi faktor lain yang menyebabkan keletihan.
Beberapa dari kita mungkin menaruh harapan yang lebih tinggi pada diri kita sendiri karena kekhawatiran atas ekonomi, cuti dan kehilangan pekerjaan.
"Ada juga perasaan untuk terus menampilkan performa terbaik dalam pekerjaan. Beberapa dari kita agak berlebihan untuk mengamankan pekerjaan," kata Shuffler.
Cara mengatasi
Cara meredakan Zoom fatigue Kedua ahli menyarankan membatasi panggilan video hanya pada hal-hal yang diperlukan.
Menyalakan kamera harus opsional dan secara umum harus ada lebih banyak pemahaman bahwa kamera tidak selalu harus menyala di setiap pertemuan.
Menurut Petriglieri, membiarkan layar miring ke samping, bukannya lurus ke depan, juga dapat membantu konsentrasi Anda, khususnya dalam pertemuan kelompok.
"Itu membuat Anda merasa seperti berada di ruang sebelah, jadi mungkin tidak terlalu melelahkan," katanya.
Dalam beberapa kasus, ada baiknya mempertimbangkan apakah obrolan video benar-benar pilihan paling efisien.
Ketika bekerja, Shuffler menyarankan untuk berbagi file dengan catatan yang jelas bisa menjadi pilihan yang lebih baik, hal ini bisa menghindari informasi yang berlebihan.
Dia juga menyarankan untuk mengambil jeda waktu selama pertemuan untuk saling bercakap-cakap santai sejenak sebelum masuk ke topik pembahasan.
"Luangkan waktu untuk benar-benar memeriksa keadaan setiap orang. Ini adalah cara untuk menghubungkan kembali kita dengan dunia, dan untuk menjaga kepercayaan dan mengurangi kelelahan," kata Shuffler.
Membangun periode transisi di antara pertemuan video juga dapat membantu menyegarkan kita, cobalah melakukan peregangan, minum atau melakukan sedikit olahraga.
Lebih lanjut, sangat mungkin bahwa Zoom fatigue ini akan mereda setelah orang-orang belajar menavigasi mental mereka.
Jika kamu merasa canggung dan butuh sedikit ketenangan, matikan kamera.
Atau jika rapat kantor dapat dilakukan lewat telepon saja, lakukan sambil berjalan kaki yang diketahui dapat meningkatkan kreativitas dan mengurangi stres.
(*)