Laporan Wartawan Grid.ID, Novia Tri Astuti
Grid.ID - Di usia senja dengan kehidupan yang serba pas-pasan, bagi beberap orang mungkin akan menjadi hal yang begitu menyesakkan.
Tapi, bagi kakek yang akrab disapa Muchtar ini, usia dan keterbatasan fisik bukanlah hal yang dapat membatasi seseorang.
Menginjak usia 80 tahun, kakek Muchtar terlihat masih bersemangat untuk mengais rezeki dan mencari nafkah.
Setiap hari kakek Muchtar masih giat menjajakkan martabak telur olahannya dengan cara berkeliling menggunakan gerobak.
Mengutip informasi dari Tribun Medan pada Selasa (23/6/2020), Kakek Muchtrar rupanya telah menjajakan dagangannya selama 55 tahun lamanya.
Menurut pengakuan sang kakek, ia tak jarang menjajakkan dagangannya itu hingga belasan kilometer sampai pusat kota.
Hal itu dilakukan kakek Muchtar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan sang istri.
Terlebih, kini istri kakek Muchtar itu tengah menderita sakit stroke.
"Saya berjualan martabak sudah 55 tahun. Istri saya sakit stroke, makanya saya harus tetap berjualan."
"Kami berdua tidak memiliki anak, kadang berpikir saya sampai berapa tahun lagi sanggup berjualan dengan keadaan seperti ini," ujarnya.
Di usianya yang sudah senja itu, kakek Muchtar juga memiliki kerentanan fisik.
Kakek Muchtar mengaku memiliki penyakit osteoporosis sejak 7 bulan terakhir.
"Saya sakit juga, saya sudah penyakit tulang keropos. Kalau tidak pakai penyangga tidak bisa. Ini saja sudah satu juta biayanya. Untuk berobat ke RS Setia Budi, ongkos becak lagi," ujarnya.
Sementara itu, ia juga mengakui bahwa dirinya selalu menjalani pengobatan rutin setiap bulan.
Dengan grobak sederhana itu, setiap hari ia selalu mengandalkan arang sebagai bahan bakarnya dan mengais rejeki.
"Lebih enak pakai arang. Kalau pakai gas kurang suka karena panasnya instan. Kalau pakai arang lebih khas dia. Ini saja sudah terasa aromanya," tuturnya
Selanjutnya kakek Muchtar mengaku menjual satu porsi martabaknya dengan harga 12 ribu.
Dalam satu hari ia mengaku harus bisa menghabiskan sekitar 15 hingga 30 porsi agar memenuhi kebutuhan pengobatan dirinya dan sang istri.
Namun untuk mencapai target tersebut, kakek Muchtar harus menjajakan dagangannya hingga pusat kota.
Hanya saja untuk mencapai pusat kota, tak jarang fisik kakek Muchtar merasa kewalahan.
"Untuk jualan ini semana sempat saya jalan. Kadang saya pulang naik becak, itu kalau kaki sudah kumat tidak tahan lagi. Daripada saya pingsan di tengah jalan, bagus saya naik becak saja," ungkapnya.
Sementara itu, sang istri yang tinggal di sebuah rumah yang berada di Jalan Sidomulyo, Gang Kemuning, Pasar IX Tembung, Kecamatan Percutseituan hanya bisa terkulai lemas di dalam nya.
"Kondisi istri saya belum baik-baik ini. Berobat sana-sini akhirnya habis duit. Hampir saja kami menjual rumah. Kalau itu dijual, kemanalah kami harus tinggal. Sampai sekarang berobat jalan sajalah," ujar Muchtar.
Meskipun demikian, kakek Muchtar mengaku bersyukur dan berterimakasih lantaran adik iparnya kini turut membantunya sejak setahun terakhir.
Sebelum istrinya terkulai lemah, Muchtar mengaku bahwa keduanya dulu berjualan bersama.
Sang istri disebutkan berdagang pecel dan keduamya menabung bersama untuk menjalankan umroh.
Namun sayang kini kondisi berubah dan seluruh tabungannya telah habis untuk berobat.
Mengutip dari Kompas, kisah nenek berusia senja yang masih giat bekerja juga terjadi di Tunggu Raya, Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang.
Namun sayang, nenek bernama Sartin atau yang akrab disapa Mbah Tomblok ini harus kehilangan semangat setelah sepeda yang digunakan untuk mencari nafkah hilang.
Sebelumnya di usianya yang senja memasuki 60 tahun, setiap pagi dia harus berkeliling kampung untuk berjualan sayur, sementara sore harinya menjajakan jagung rebus untuk mencari penghasilan tambahan.
(*)