Itulah yang disebut Albright sebagai diferensiasi yang membuat siapapun kecanduan.
Hal yang sama sebenarnya juga dimiliki oleh Instagram, Snapchat, dan Facebook.
"Dalam istilah psikologis ini disebut penguatan acak. Terkadang kamu menang, terkadang kamu kalah, begitulah platform ini dirancang. Mereka persis seperti mesin slo," ujar Albright.
"Kita tahu ada kecanduan judi, kan? Tapi kita tidak sering berbicara tentang bagaimana perangkat kita, platform, dan aplikasi ini memiliki kualitas adiktif yang sama dengan mereka," lanjutnya.
Pengaruh ini terutama banyak terjadi pada kelompok usia muda yang masih dalam tahap perkembangan.
Namun bukan berarti ini hanya terjadi pada mereka yang ada di usia anak-anak atau remaja saja.
Hanya saja, jika kecanduan seperti ini terjadi pada anak remaja, Albright sangat menyayangkan.
Pasalnya mereka masih dalam tahap berkembang dan membutuhkan banyak waktu untuk memperhatikan hal-hal yang lebih penting, misalnya mengikuti pelajaran, menumbuhkan bakatnya, dan sebagainya.
Jadi, sebisa mungkin setiap orang harus bisa mengontrol lama waktu mereka dalam bermain TikTok, juga memerhatikan cara apa yang akan digunakan untuk membuat konten di TikTok itu.
Jangan sampai mereka kehilangan banyak waktu hanya untuk menggulir layar dan membuat konten-konten media sosial, sementara kehidupan nyata yang terus berjalan mereka kesampingkan.
Lantas, apakah kamu sendiri termasuk orang yang sudah kecanduan TikTok?
(*)