Laporan Wartawan Grid.ID, Novia Tri Astuti
Grid.ID - Tindak korupsi dan pemungutan liar lagi-lagi dilakukan oleh seorang perangkat desa.
Kali ini, tindak curang tersebut dilaporkan berasal dari Desa Oro-oro Ombo Kulon.
Atas dugaan tersebut, sang Kades akhirnya dilaporkan ke pihak berwajib lantaran melakukan tindak pungli.
Kepala Desa bernama Hariono dilaporkan telah melakukan tindak pidana pungutan liar (pungli) dari hasil penjualan tanah di desa setempat.
Melansir informasi dari Suryamalang.com pada Selasa (14/7/2020), Ferdian Adi Mulyo Mahendro salah satu korban akhirnya memperkarakan hal tersebut ke meja hijau.
Ferdian akhirnya melaporkan pelaku ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangil.
Dua kali merasa dirugikan oleh Hariono, ia akhirnya mendatangi Kejari Bagil untuk melaporkan anggota BPD dan sang kades.
Ferdian menduga kuat bahwa Hariono melakukan tindak pungli dengan mengatasnamakan retribusi desa.
Akibat pungli yang dilakukan Hariono, Ferdian mengaku dirugikan cukup besar.
"Kurang lebih saya mengalami kerugian lebih dari Rp 1 miliar," ujarnya.
Sebelumnya, Ferdian mengaku bahwa kasus ini bermula pada tahun 2017 lalu.
Saat itu, korban mengaku telah membeli tanah pertambangan senilai Rp 433 Juta dengan kesepakatan membayar bertahap.
Namun, setelah ada kesepakatan dengan pemilik lahan dan penjaminan kelancaran administrasi dari perangkat desa, Ferdian justru dipersulit.
"Tapi, ketika saya mulai aktivitas dengan mendatangkan alat berat, prosesnya dihalangi dan terkesan dipersulit. Saat itu, mereka (terlapor) berkelit dengan berbagai alasan," jelasnya.
Tak hanya itu, Hariono dan anggota BPD malah diminta membayar uang kompensasi dan retribusi desa, karena lahan tersebut melintas di atas tanah kas desa.
"Akhirnya ada kesepakatan dengan pembayaran uang kompensasi sekitar Rp 389 juta. Saya membayar secara bertahap hingga mencapai Rp 389 juta," ungkap dia.
Setelah itu, Ferdian kembali melaporkan bahwa ia dibebani biaya operasional mencapai Rp 250 juta.
"Namun, kenyataannya sampai saat ini saya belum bisa memulai usaha pertambangan di situ. Saya sudah ditipu, karena uang kompensasi itu juga tidak masuk dalam LKPJ desa," urai dia.
Mirisnya lagi, Ferdian kini harus menanggung kerugian hingga Rp 6 miliar lantaran tak bisa memenuhi order, sebab usahanya yang dipersulit.
Secara terpisah, Hariono kini telah menjalani sejumlah pemeriksaan di Polda Jatim atas laporan Ferdian.
Kepada polisi Hariono mengaku bahwa uang yang diterimanya merupakan titipan untuk keperluan peralihan hak atas tanah.
"Ia memang berencana membeli lahan, tapi belum ada transaksi pembayaran. Uang itu hanya uang titipan untuk keperluan peralihan hak dan pengukuran lahan," kata Hariono.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Pasuruan, Denny Saputra mengakui memang sudah menerima laporan tersebut.
"Kami akan pelajari dulu," tandas Denny.
Sementara itu melansir dari Kompas.com, baru-baru ini polisi juga tengah menyelidiki dugaan pelanggaran dalam polemik pungutan saat proses Penerimaan Siswa Didik Baru ( PPDB) tahun ajaran 2020-2021.
"Kami tengah dalami, hari ini anggota kami turun sesuai instruksi Bapak Kapolresta," kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Banyumas Ajun Komisaris Berry.
Menurut penjelasan Berry, pejabat pemerintahan yang terbukti melakukan pungutan liar dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Pungli itu ancaman pidananya minimal empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar," pungkasnya.
(*)