Find Us On Social Media :

Corona Diduga Ada di Sejarah Roma Sejak 1520, Seniman di Roma Meninggal Usai Mengalami Gejala Mirip Covid-19

By None, Sabtu, 18 Juli 2020 | 14:02 WIB

Ilustrasi virus corona. Ada yang cacat, walaupun bisa menginfeksi seseorang, tapi tidak membuatnya sakit.

Grid.ID - Virus Corona mulai merebak di akhir tahun 2019, tapi ternyata virus tersebut sudah menampakan diri lebih dari setengah abad yang lalu.

Virus corona pertamakali diidentifikasi oleh seorang perempuan bernama June Almeida di tahun 1964.

Virus corona yang kini menjadi pandemi global merupakan jenis baru yang disebut SARS-CoV-2, penyakitnya kemudian disebut Covid-19.

Penelitian lain menduga bahwa virus ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu.

Sejarah mencatat bahwa di tahun 1520, seniman di Italia meninggal usai mengalami gejala yang mirip dengan Covid-19.

Baca Juga: Lebih Ampuh dari Pembersih Kaca, Begini Cara Hilangkan Noda Bekas Air Hujan di Jendela Rumah dengan Baking Soda

Pelukis sekaligus arsitek terkenal Italia era High Renaissance, Raphael Sanzio alias Rafaello Sanzio dan juga dikenal Raffaello Sanzio da Urbino, dikabarkan tewas akibat penyakit yang "mirip virus corona" menurut studi terbaru.

Seniman kelahiran Firenze, Italia, 6 April 1483, ini wafat di Roma, Italia, pada 6 April 1520 dalam usia 37 tahun.

Raphael meninggal akibat demam yang mirip dengan gejala virus corona saat ini setelah gagal memberitahu dokternya bahwa dia diam-diam mengunjungi kekasihnya pada suatu malam yang dingin.

Hal itu membuat dokternya salah melakukan perawatan medis, menurut sebuah studi terbaru.

Mitos populer mengatakan, pelukis Renaissance itu wafat akibat sifilis pada 1520 akibat terlalu banyak "bermain wanita", tetapi pemeriksaan ahli menyebut dia meninggal akibat infeksi.

Baca Juga: Istri Denny Cagur Berkali-kali Ditimpa Musibah hingga Gagal Dapatkan Momongan, Ustaz Dhanu Tangkap Sinyal Tak Beres di Balik Rumah Tangga sang Pelawak yang Selama Ini Dikira Adem Ayem: Ada Keraguan

Menurut sejarawan Michele Augusto Riva pada media Perancis AFP, Raphael yang demam tinggi adalah sosok pelukis, desainer, dan arsitek produktif yang sangat disayang oleh Paus.

Paus bahkan mengirimkan dokter terbaik di Roma kepada Raphael karena takut kehilangan sosok seniman tak ternilai itu.

Namun, menurut pelukis Italia, Giorgio Vasari, Raphael tidak memberitahu kepada dokternya bahwa dia sering "jalan-jalan malam di udara dingin" untuk mengunjungi beberapa wanita.

"Saat itu, lebih dan sangat dingin pada bulan Maret kala itu, dan dia seperti menderita pneumonia," ungkap Riva, sang sejarawan.

Dokter kala itu mendiagnosis Raphael dengan demam yang disebabkan oleh pendarahan yang semakin membuatnya lemah.

Seniman itu adalah sosok manusia ajaib yang merupakan salah satu dari "trinitas hebat Renaissance" bersama dengan sosok Michelangelo dan Leonardo da Vinci.

Raphael diantar ke tempat peristirahatan terakhir dengan pujian tertinggi yang disematkan kepadanya di pemakaman besar di Vatikan, Pantheon, sebuah pemakaman bergengsi di Italia.

Setiap tahunnya, mawar merah selalu menghiasi makam Raphael.

Kesalahan Raphael Menurut Riva, pada saat itu, para dokter sadar akan bahaya pendarahan yang terjadi dalam penyakit infeksi namun bertindak berdasarkan informasi yang salah.

Riva adalah salah satu sejarawan yang juga ikut menulis dalam penelitian bersama 3 rekan peneliti lainnya dari Universitas Milano Bicocca.

"Kesalahan medis, dan kesalahannya sendiri karena tidak akurat (dalam) menceritakan sejarahnya, berkontribusi pada kematian Raphael itu sendiri," katanya.

Baca Juga: Penemuan Mayat Bocah Berusia 5 Tahun di Tandon Air Bikin Geger Warga Cicalengka, Ketua RW Curiga: Masa Anak Lima Tahun Bisa Naik ke Toren!

Para peneliti telah menyiapkan beberapa studi singkat yang dipublikasikan pekan ini melalui jurnal Internal dan Emergency Medicine, sebelum Covid-19 mencengkeram bagian utara Italia pada akhir Februari.

Sebagai dokter yang melakukan praktik, mereka juga harus menunda kelanjutan penelitian itu ketika harus berada di garis depan melawan krisis wabah, merawat para tenaga medis lain yang terjangkit infeksi virus corona di unit perawatan intensif.

"Dari apa yang kami ketahui, Raphael meninggal karena penyakit paru-paru yang sangat mirip dengan virus corona yang kita lihat sekarang," katanya.

Laporan kontemporer tentang kematian seniman itu mengungkapkan penyakit Raphael "bertahan selama 15 hari; Raphael cukup tenang untuk mengatur urusannya, mengakui dosa-dosanya, dan menerima ritual terakhir," ungkap penelitian itu.

Penelitian itu juga mengungkapkan kalau penyakit yang diderita Raphael tergolong akut dan memiliki kronologi demam tinggi.

"Infeksi menular seksual belakangan ini seperti gonore dan sifilis tidak memiliki masa inkubasi. Manifestasi akut dari virus hepatitis tidak dapat diakui tanpa adanya penyakit kuning dan tanda-tanda gagal hati lainnya." Keterangan penelitian itu juga mengungkap tidak ada epidemi tifus atau pun wabah lain yang dilaporkan di Roma kala itu.

Baca Juga: 3 Kali Lewati Kegagalan Cinta hingga Panen Cibiran, Artis Cantik nan Seksi Ini Tak Malu Dipersunting Pria 18 Tahun Lebih Muda dengan Jabatan CEO: Walaupun Harus Menunggu Cukup Lama...

Terlepas dari kematian Raphael di usia yang masih tergolong muda itu, Raphael sudah menghasilkan banyak karya, sebagian besar di Vatikan.

Karyanya dipajang dimuseum-museum yang mencakup beberapa ruang yang penuh dengan lukisannya di dinding.

Lukisan-lukisan Raphael diselesaikan oleh para muridnya setelah dia wafat dan masih menjadi ruang-ruang yang penuh dengan lukisan paling populer di Vatikan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kematian Pelukis Raphael pada 1520 karena Virus Corona?"

(*)