Ia juga bersyukur lantaran masih ada orang baik yang bersedia di membantunya melewati masa-masa sulit ini.
"Ya itu ketolong sama tetangga. Katanya dari temannya juga bantuin buat bayar kontrakan."
"Tapi karena kemahalan kita nggak sanggup bayar buat bulan berikutnya ya. Akhirnya pindah lagi ke daerah Bambu Apus ini," ungkapnya.
Meskipun dalam kondisi sederhana dan seadanya, Yulian mengaku bersyukur karena anak-anaknya dapat memahami keadaan keluarga dengan baik.
"Sekarang kalau anak-anak keliling saya masak. Sebab kan ada adiknya juga jadi agak lama juga proses kerjanya. Makanya anak-anak kalau ditanya orang ibunya kemana, mereka jawab saya lagi masak opak dan kerupuk. Karena memang begitu kenyataanya."
"Sekarang untung seribu dua ribu pasti saya lakoni. Kalau nggak begini kami enggak makan. Yang penting ada putaran uang masuk untuk kebutuhan sehari-hari aja sama untuk bayar kontrakan. Saya juga kasihan ke anak kalau sampai terusir lagi," jelas Yuli.
Melansir informasi dari Kompas.com, pandemi covid-19 ini memang disebutkan sangat berdampak pada masyarakat lapisan menengah ke bawah.
Mengutip data yang disajikan Badan Pusat Statistik (BPS) menerbitkan laporan hasil survei sosial demografi pada bulan Juni lalu, covid-19 paling rentan menyerang masyarakat miskin, rentan miskin dan pekerja informal.
Penyajian hasil survei ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada para pemangku kepentingan untuk menyusun kebijakan dalam menghadapi pandemi ini.
Dari survei tersebut, sebanyak 70,53 persen responden dalam kelompok berpendapatan rendah (kurang dari Rp 1,8 juta) mengaku mengalami penurunan pendapatan.
Sementara itu, 46,77 persen masyarakat dengan penghasilan Rp 1,8 juta sampai Rp 3 juta juga mengalami nasib yang sama.
Sekitar 37,19 persen kelompok masyarakat dengan penghasilan Rp 3 juta sampai Rp 4,8 juta dan 31,67 persen kelompok berpenghasilan Rp 4,8 juta sampai Rp 7,2 juta menyebutkan, pendapatan mereka menurun.
(*)