Find Us On Social Media :

Heboh Balita Penderita Jantung Bocor Ditinggal Ibu dan Ayah Alami Gangguan Jiwa, Ternyata Ini yang Terjadi pada Bayi dengan Jantung Bermasalah, di Antaranya Bibir dan Kuku Jadi Biru

By Devi Agustiana, Kamis, 30 Juli 2020 | 12:10 WIB

Heboh Balita Penderita Jantung Bocor Ditinggal Ibu dan Ayah Alami Gangguan Jiwa, Ternyata Ini yang Terjadi pada Bayi dengan Jantung Bermasalah, di Antaranya Bibir dan Kuku Jadi Biru

Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana

Grid.ID – Semua orangtua pasti mengharapkan kondisi sehat dan sempurna bagi buah hatinya.

Segala kasih sayang dicurahkan untuk anak tercinta.

Namun, bagaimana jika terjadi sebaliknya?

Kondisi anak yang sangat membutuhkan perawatan dan kasih sayang, justru ditelantarkan sang ibunda.

Baca Juga: Nalurinya Anjlok Sampai Tega Buang Bayi di Dalam Kardus, Si Pelaku Tinggalkan Pesan Menyayat Hati Hingga Bikin Warga Sleman Geger: Mohon Sayangi Anak Saya...

Adalah Ni Kadek Ayu Padmini Suari, balita berusia 1,5 tahun yang menderita jantung bocor sejak lahir.

Wakil Bupati Klungkung, I Made Kasta mengatakan, dia sudah memerintahkan dinas terkait untuk menangani Kadek Ayu.

"Saya sudah tugaskan dinas terkait untuk segera menindaklanjuti langkah-langkah ke depan, baik itu bantuan sosial maupun penanganan kesehatannya. Upaya ini dilakukan agar Kadek Ayu segera bisa pulih dari sakitnya," ujar Made seperti dikutip Grid.ID dari Kompas.com.

Nasib kurang baik memang dialami Kadek Ayu.

Baca Juga: Buktikan Sendiri! Cuma Rutin Konsumsi Daun Kelor Setiap Hari, Kamu Akan Terkejut dengan Keajaiban yang Terjadi pada Tubuh Setelah 3 Bulan

Pasalnya, kini Kadek Ayu dirawat oleh neneknya yang bernama Ni Kadek Sri Asih (60) asal Banjar Ayung.

Mereka tinggal di lingkungan Kelurahan Semarapura Kelod, Klungkung, Bali.

Sri Asih menuturkan, ayah cucunya mengalami gangguan jiwa dan dirawat di RSJ Bangli.

Sementara ibu Ni Kadek Ayu meninggalkan buah hatinya sejak berusia 7 bulan.

Baca Juga: Optimis Sembuh, Jessica Iskandar: Aku Takut Enggak Bisa Bangun dari Tempat Tidur!

Penyakit Jantung Bocor

Jantung bolong atau jantung bocor termasuk salah satu Penyakit Jantung Bawaan atau PJB, yang umumnya terjadi pada bayi sejak dalam kandungan.

Perlu kontrol kehamilan yang rutin dan baik jika tak ingin kelainan ini tidak terdiagnosa sebelum bayi dilahirkan.

Lalu, apa saja jenis PJB yang terjadi pada anak?

Apa saja cara pencegahannya?

Baca Juga: Kayunya Dijual Tanpa Izin, Petani di Sumatra Selatan Naik Pitam Hingga Nekat Menghabisi Nyawa Sepupunya Secara Sadis

Dilansir Grid.ID dari Intisari, setiap jenis PJB memiliki penanganan yang berbeda satu sama lain, bergantung pada klasifikasi (sianotik atau non sianotik), kelainan struktur, dan keparahan defek jantung.

Dampak kematian dan morbiditas yang menganggu maka perlu memahami lebih jauh mengenai tanda-tanda penyakit ini, sehingga dapat melakukan deteksi dini terhadap penyakit jantung bawaan pada anak-anak.

PJB adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang ditemukan sejak bayi dilahirkan.

Kelainan ini terjadi pada saat janin berkembang dalam kandungan.

Baca Juga: Pengajuan Rehabilitasi Dikabulkan, Proses Hukum Catherine Wilson Tetap Berjalan

PJB yang paling banyak ditemukan adalah kelainan pada septum bilik jantung atau dikenal dengan sebutan ventricular septal defect (VSD) dan diikuti oleh kelainan pada septum serambi jantung atau lebih dikenal dengan nama Atrial Septal Defect (ASD).

Masyarakat awam sering melihat kedua kelainan jantung ini dikenal dengan sebutan jantung bocor.

Jenis kelainan struktur lainnya dapat berupa patent ductus arteriosus, transposition of great arteries, dan kelainan katup jantung.

Seringkali PJB juga timbul dalam bentuk gabungan beberapa kelainan, seperti yang terjadi pada tetralogi fallot, yang mencakup 4 kelainan pada jantung.

Baca Juga: Awal Rumah Tangganya Pernah Diguncang Prahara, Nagita Slavina Akhirnya Bongkar Rahasia di Balik Julukan Istri Penyabar yang Rela Dampingi Raffi Ahmad Sang Playboy Kelas Kakap: Obatnya Nangis yang Kenceng!

Di antara berbagai kelainan bawaan yang ada, PJB merupakan kelainan yang paling sering ditemukan.

Prevalensi PJB di Indonesia sekitar 8-10 dari 1.000 kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi dalam kondisi kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama kehidupan berakhir dengan kematian.

Di Indonesia, dengan populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita PJB.

Penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa setiap tahun sedikitnya 35.000 bayi menderita kelainan ini dan 90% di antaranya dapat meninggal bila di tahun pertama kehidupan bayi tidak dilakukan perawatan yang adekuat.

Baca Juga: Senasib Sepenanggungan Lantaran Ditinggal Nikah Hingga Dipepet Rizky Billar, Lesty Kejora Diramal Cocok dengan Mantan Dinda Hauw: Rizky Bahagia, Ini Simbol Positif

Menurut Children Heart Foundation, pada setiap tahun sebanyak 1.000.000 bayi di seluruh dunia lahir dengan penyakit jantung bawaan.

Sekitar 100.000 di antaranya tidak akan dapat melewati tahun pertama kehidupannya, dan ribuan bayi lainnya akan meninggal sebelum mencapai usia dewasa.

Keadaan ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat awam, sehingga angka kematian anak-anak yang disebabkan oleh penyakit jantung ini terus meningkat.

Penyebab PJB sendiri sebagian besar tidak diketahui, namun beberapa kelainan genetik seperti sindroma Down dan infeksi Rubella (campak Jerman) pada trimester pertama kehamilan ibu berhubungan dengan kejadian PJB tertentu.

Baca Juga: Billy Syahputra Akui Sudah Lunasi Utangnya, Nikita Mirzani: Transfernya ke Mana?

Secara umum terdapat 2 kelompok besar PJB, yaitu PJB sianotik dan PJB asianotik.

1. PJB sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan hanya dapat ditangani dengan tindakan bedah.

2. PJB asianotik umumnya memiliki lesi (kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap saja lebih dari 90% di antaranya memerlukan tindakan bedah jantung terbuka untuk pengobatannya.

Pada PJB sianotik, bayi baru lahir terlihat biru oleh karena terjadi percampuran darah bersih dan darah kotor melalui kelainan pada struktur jantung.

Baca Juga: Nalurinya Anjlok Sampai Tega Buang Bayi di Dalam Kardus, Si Pelaku Tinggalkan Pesan Menyayat Hati Hingga Bikin Warga Sleman Geger: Mohon Sayangi Anak Saya...

Pada kondisi ini, jaringan tubuh bayi tidak mendapatkan cukup oksigen yang sangat berbahaya, sehingga harus ditangani secara cepat.

Sebaliknya pada PJB non sianotik tidak ada gejala yang nyata sehingga seringkali tidak disadari dan tidak terdiagnosa baik oleh dokter maupun oleh orangtua.

Gejala yang timbul awalnya berupa lelah menyusui atau menyusui sebentar-sebentar.

Gejala selanjutnya berupa keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan.

Baca Juga: Diteror Bom Molotov, Kantor PDI-P di Cileungsi Kabupaten Bogor Lagi-lagi Diserang Oleh Pelaku Misterius

Gejala

PJB seringkali ditemukan pada masa kanak-kanak.

Akan tetapi, tidak semua kelainan jantung bawaan langsung menimbulkan gejala saat lahir.

Beberapa kelainan jantung bawaan sulit untuk dideteksi pada masa kanak-kanak, sehingga kelainan tersebut baru dapat ditemukan saat remaja dan dewasa.

Pada umumnya kelainan jantung bawaan yang berat dapat menimbulkan gejala dalam beberapa bulan pertama setelah lahir, sehingga seringkali dapat terdeteksi pada masa kanak-kanak.

Baca Juga: Kasus Vicky Prasetyo Dinilai Masih Mengambang, Kuasa Hukum Pertanyakan Perbuatan Mana yang Melawan Hukum

Akan tetapi kelainan jantung bawaan yang ringan seringkali tidak menimbulkan keluhan, sehingga seringkali pula tidak terdeteksi.

Umumnya kelainan jantung bawaan ringan akan terdeteksi saat anak tersebut datang berobat ke dokter.

Penyakit jantung bawaan dapat dibagi menjadi dua. Penyakit jantung bawaan biru dan penyakit jantung bawaan tanpa biru.

Penyakit jantung bawaan biru lebih cepat menimbulkan gejala dan paling mudah dikenali.

Baca Juga: Kuliti Tabiat Asli Irwan Mussry, Maia Estianty Blak-blakan Bongkar Semua Sifat Sang Jutawan hingga Bikin Host Sindir Telak Ahmad Dhani: Oh Beda Banget Sama yang Sebelumnya Ya Mbak?

Gejala yang paling sering ditemukan adalah bayi menjadi biru saat menangis (bibir, kuku, dan lidah menjadi biru).

Wajah bayi tampak pucat dan biru, ujung kaki dan tangan juga kuku terlihat kebiruan akibat kurangnya aliran darah.

Biru dan sesak ini akan tampak lebih jelas bila bayi menangis atau mengedan saat buang air besar, secara umum fisik tampak lemas, lelah dan malas menyusu,bayi sering demam batuk pilek.

Pada saat menghisap ASI, bayi sering berhenti dan napas tersengal-sengal wajah kebiruan.

Baca Juga: Yuk, Berburu Buku Lagi di Online Book Fair Gramedia, Dapatkan Diskon Hingga 90% dan Gratis Ongkir Seluruh Indonesia!

Gejala-gejala lainnya antara lain:

· Sulit bernapas

· Nafsu makan rendah

· Bayi sering tersedak atau terbatuk saat menyusu

· Berkeringat berlebih saat makan atau minum susu

Baca Juga: Usai Diperiksa, Roy Kiyoshi Ternyata Idap Tiga Penyakit Sekaligus, Jaksa Penuntut Umum Sebut sang Artis Butuh Perhatian Medis Khusus

· Pertumbuhan dan perkembangan terhambat

· Berat badan sulit meningkat atau cenderung menurun

· Terlambat berjalan

· Aktivitas anak berkurang

· Anak terlihat lemah

· Anak sering mengalami demam yang tidak diketahui penyebabnya.

Baca Juga: Mengeluh Sulit Dampingi Anak Sekolah dengan Daring, Anji Manji Disemprot Netizen!

Pencegahan

1. Pemeriksaan antenatal

Pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan saat kehamilan yang rutin sangat diperlukan.

Dengan kontrol kehamilan yang teratur, maka PJB dapat dihindari atau dikenali secara dini.

2. Kenali faktor risiko pada ibu hamil

Jangan mengabaikan faktor risiko pada ibu hamil, yaitu penyakit gula.

Baca Juga: Didoakan Cepat Mati karena Covid-19, Amitabh Bachchan Geram: Jika Aku Meninggal, Kamu Tak Bisa Mencaci Lagi!

Kadar gula darah harus dikontrol dalam batas normal selama masa kehamilan, usia ibu di atas 40 tahun, ada riwayat penyakit dalam keluarga seperti diabetes, kelainan genetik down sindrom, dan penyakit jantung dalam keluarga.

Perlu waspada ibu hamil dengan faktor resiko meskipun kecil kemungkinannya.

3. Pemeriksaan antenatal juga dapat mendeteksi adanya PJB pada janin dengan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini sangat tergantung saat dilakukannya USG.

Baca Juga: Kehidupan Asmaranya Bak Drama Sinetron, Gading Marten Blak-blakan Bongkar Tabiat Aslinya Saat Berumah Tangga dengan Gisella Anastasia hingga Ungkap Sebuah Fakta Mengejutkan: Gue Kalo Lagi di Rumah Diem!

Umumnya, PJB dapat terdeteksi pada saat USG dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau pada kehamilan lebih dari 20 minggu.

Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan jantung pada janin, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan fetal ekokardiografi.

Dengan pemeriksaan ini, gambaran jantung dapat dilihat dengan lebih teliti.

4. Hindari ibu hamil dari risiko TORCH

Pencegahan dapat dilakukan pula dengan menghindarkan ibu dari risiko terkena infeksi virus TORCH (Toksoplasma, Rubela, Sitomegalovirus dan Herpes).

Baca Juga: BERITA TERPOPULER: Aurel dan Azriel Nangis-nangis Memohon pada Ashanty yang Tolak Pinangan Anang Hermansyah, Hingga Yuni Shara Kuliti Tabiat Raffi Ahmad yang Cemburuan

Skrining sebelum merencanakan kehamilan.

Skrining ini yang juga dikenal dengan skrining TORCH, yang merupakan hal rutin dilakukan pada ibu-ibu hamil di negara maju, namun di Indonesia skrining ini jarang dilakukan oleh karena pertimbangan finansial.

Lakukan imunisasi MMR untuk mencegah penyakit morbili (campak) dan rubella selama hamil.

5. Batasi konsumsi obat tertentu

Konsumsi obat-obatan tertentu saat kehamilan juga harus dihindari karena beberapa obat diketahui dapat membahayakan janin yang dikandungnya.

Baca Juga: Miliki Segudang Manfaat, 3 Jenis Buah-buahan Ini Baik untuk Kesehatan Hati dan Ginjal

Penggunaan obat dan antibiotika bisa mengakibatkan efek samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya.

Penggunaan obat dan antibiotika saat hamil seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang jelas.

Prinsip utama pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan memikirkan pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil.

Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk alasan inilah prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya

Baca Juga: Heboh Imam Masjid Ditusuk saat Pimpin Doa, Begini Penjelasan Dokter Soal Pertolongan Pertama Korban Luka Tusuk: Jangan Cabut Pisaunya!

6. Hindari paparan sinar X

Ibu hami perlu menghindari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang pada masa kehamilan.

7. Jauhi paparan asap rokok

Hindari paparan asap rokok baik aktif maupuin pasif dari suami atau anggota keluarga di sekitarnya.

Baca Juga: Bingung Nggak sih, Makan Sedikit dan Jarang Ngemil tapi Cepat Gemuk? Begini Penjelasan Ahli

8. Jauhi polusi asap kendaraan

Hindari polusi asap kendaraan dengan menggunakan masker pelindung agar tidak terhisap zat-zat racun dari karbondioksida.

(*)