Tak sampai di situ, Dudung kecil juga harus mencari kayu bakar untuk keperluan memasak sang ibu.
"Saya harus cari kayu bakar di sekitar rumah karena masak pakai kayu bakar," lanjutnya.
Ia bahkan harus keliling rumah-rumah untuk berjualan koran saat masuk SMA.
"Saya keliling asrama ke rumah-rumah jualan. Dulu itu saya tes masuk SMA keterima, tapi pas diantar ibu saya minta masuk yang SMA siang karena paginya saya ngantar koran dulu," terang Dudung Abdurachman.
Kenangan getir juga beberapa kali sempat dialami mantan Gubernur Akmil tersebut.
"Waktu itu yang punya koran itu pak Mulyono. Jam 4 pagi sudah ngambil koran tapi sebelum saya antar koran ke pelanggan saya baca dulu koran-koran itu supaya tahu perkembangan situasi.
Saya berangkat pakai sepeda saya sampai ditabok sama Mayor yang lakukan itu karena koran itu jatuh dan sedikit kotor," kenang Dudung.
Tak hanya kenangan saat mengantar koran, ketika mengantar kue buatan sang ibu di kodam pun, ia sempat mendapat perlakuan kurang baik.
"Lalu saya antar kue klepon ke kantin Kodam Siliwangi rupanya yang jaga itu Tamtama baru belum kenal, ditendang klepon itu. Terus saya ambil dan balik lagi," imbuhnya.
Namun, akibat insiden tersebut, Mayor Jenderal Dudung Abdurachman akhirnya berkeinginan jadi tentara.
"Dari situ saya mulai bangkit dan pengen jadi taruna. Artinya tidak boleh semena-mena kepada masyarakat," pungkas Mayjen Dudung Abdurachman. (*)