Find Us On Social Media :

Viral Mobil Kijang Diduga Sengaja Halangi Ambulans yang Bawa Korban Pecah Pembuluh Darah hingga Meninggal

By Devi Agustiana, Selasa, 18 Agustus 2020 | 16:27 WIB

Ilustrasi pembuluh darah yang pecah.

"Kalau kelebihan berat badan bisa jadi faktor penyebab secara tidak langsung. Kalau kelebihan berat badan akhirnya jantung harus memompa darah melebihi kemampuan yang sebenarnya."

"Kalau berat badannya lebih dari berat badan ideal itu jantungnya harus memompa 2 kali lipat dari memompa normal yaitu 80 kali per menit normalnya. Kalau terus begitu pembuluh darah jadi cepat kaku jadi lebih mudah lagi mengalami pecah pembuluh darah," jelasnya.

Baca Juga: Diklaim Mengeringkan Luka Operasi Sesar dalam Waktu Singkat, Dokter Sebut Obat Cina Bisa Berdampak Fatal

Pihaknya juga menyebutkan siapapun bisa berisiko mengalami pembuluh darah pecah.

Ada dua faktor penyebab pembuluh darah pecah yakni faktor yang bisa diobati dan yang tidak bisa diobati.

Faktor yang tidak bisa diobati disebutkan yakni faktor usia, memiliki riwayat penyakit sebelumnya, faktor ras, dan faktor gender.

"Siapa saja bisa berisiko. Ada faktor risiko yang memang kita bisa obati dan ada yang tidak bisa kita obati. Yang tidak bisa diobati lagi itu karena pertama faktor usia. Kedua, ada riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya dulu pernah kena stroke. Ini jadi beban juga faktor risikonya."

"Ketiga, ada ras-ras tertentu dia memberikan kecenderungan memberikan peluang penyakit yang lebih besar. Keempat ada faktor gender. Laki-laki lebih berisiko karena lebih sering melakukan kehidupan rumahnya jadi lebih berisiko," tambahnya.

Baca Juga: Harus Ajak Bayinya yang Berusia Kurang dari 40 Hari untuk Mencari Nafkah, Suami Vanessa Angel Minta Maaf

Sementara itu, faktor yang bisa diobati yakni obesitas, kebiasaan merokok, sakit jantung, kurang olahraga, dan sering konsumsi alkohol.

Terakhir, untuk peluang hidup bagi seseorang yang mengalami pecah pembuluh darah, tergantung pada pembuluh darah mana yang pecah, seberapa luas pembuluh darah pecah, dan seberapa lama dia mendapatkan pertolongan.

"Semakin cepat mendapatkan pertolongan semakin besar kemungkinan untuk hidup. Selain itu, kalau ditangani kurang dari 4 jam setelah kejadian, bisa jauh lebih bagus dan bisa mendekati normal.”

“Tapi kalau pertolongannya terlambat itu risikonya lebih besar bisa meninggal," tuturnya.

(*)