Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Belakangan ini viral peristiwa mobil Kijang yang menghalangi ambulans pada Jumat (14/8/2020) lalu.
Ambulans tersebut membawa pasien kritis yang merupakan seorang bocah enam tahun.
Ia mengalami pecah pembuluh darah di kepala dan harus segera mendapat penanganan medis.
Namun sayangnya, akibat terlalu lama di jalan akibat ambulans yang dihalangi, bocah malang itu menghembuskan napas terakhirnya.
Sopir ambulans, Damis Sutendi menceritakan harus membutuhkan waktu lebih lama dari Puskesmas Leles menuju RSUD dr Slamet, Garut.
"Biasanya cuma 10 menit sampai ke RSU, kemarin mah sampai lebih dari 15 menit," katanya seperti dikutip Grid.ID dari Kompas.com.
Pasien yang dia bawa adalah anak-anak yang mengalami pembuluh darah pecah pada kepala karena terjatuh.
Mengetahui pasien yang dia bawa meninggal, Damis hanya bisa menyesalkan aksi arogan pengemudi mobil Kijang itu.
"Semoga tidak ada lagi kejadian serupa, cukup ke pinggir saja sebentar, beri jalan agar pasien bisa cepat dapat perawatan," kata dia.
Berbicara mengenai pecahnya pembuluh darah, gangguan sekecil apapun pada pembuluh darah memang bisa berakibat fatal.
Darah tinggi atau hipertensi, kelainan pembuluh darah, dan stroke bisa menjadi faktor penyebab pecahnya pembuluh darah khususnya pembuluh darah pada otak yang bisa menyebabkan koma hingga kematian.
Diwartakan melalui laman Tribun Bali, Dokter Spesialis Neurologi RSUD Wangaya, dr Ketut Sumada saat dikonfirmasi melalui telepon menuturkan, pemicu pembuluh darah pada otak pecah akibat dari adanya tekanan yang tinggi di pembuluh darah otak atau hipertensi.
"Bisa karena tekanan darah tinggi, bisa karena penderita darah tinggi kemudian mengangkat beban berat juga bisa, bisa karena penderita darah tinggi kemudian ngeden juga bisa."
Baca Juga: Identitas Sosok Calon Suami Kang So Ra Terungkap, Dokter Kaya Raya Berwajah Rupawan!
"Jadi prinsipnya memang tekanan yang tinggi di pembuluh darah otak itu hipertensi. Apalagi di usia-usia lanjut, pembuluh darah sudah tidak lentur lagi, dengan sedikit peningkatan beban seperti ngeden, angkat beban berat bisa pecah dia langsung," jelasnya, Rabu (20/3/2019).
Lebih lanjut ia menjelaskan, pecahnya pembuluh darah bisa menyerang usia berapa saja, tetapi semakin lanjut usia seseorang semakin besar kemungkinan pecah.
"Kecuali misalnya pada anak-anak atau orang muda atau dewasa muda, pembuluh darah bisa pecah karena memang ada kelainan. Ada penggelembungan namanya Ateriovenous Malformation (AVM). Kalau dalam keadaan biasa tidak akan pecah. Tetapi kalau misalnya dia emosi, pada saat berolahraga itu bisa pecah. Kalau pada anak muda itu yang terjadi," terangnya.
Pembuluh darah pecah pada usia lanjut disebutkannya diakibatkan dari pembuluh darah yang sudah tidak lentur lagi.
Selain itu, penyebab lain karena faktor tidak langsung yakni akibat kelebihan berat badan atau obesitas.
"Kalau kelebihan berat badan bisa jadi faktor penyebab secara tidak langsung. Kalau kelebihan berat badan akhirnya jantung harus memompa darah melebihi kemampuan yang sebenarnya."
"Kalau berat badannya lebih dari berat badan ideal itu jantungnya harus memompa 2 kali lipat dari memompa normal yaitu 80 kali per menit normalnya. Kalau terus begitu pembuluh darah jadi cepat kaku jadi lebih mudah lagi mengalami pecah pembuluh darah," jelasnya.
Pihaknya juga menyebutkan siapapun bisa berisiko mengalami pembuluh darah pecah.
Ada dua faktor penyebab pembuluh darah pecah yakni faktor yang bisa diobati dan yang tidak bisa diobati.
Faktor yang tidak bisa diobati disebutkan yakni faktor usia, memiliki riwayat penyakit sebelumnya, faktor ras, dan faktor gender.
"Siapa saja bisa berisiko. Ada faktor risiko yang memang kita bisa obati dan ada yang tidak bisa kita obati. Yang tidak bisa diobati lagi itu karena pertama faktor usia. Kedua, ada riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya dulu pernah kena stroke. Ini jadi beban juga faktor risikonya."
"Ketiga, ada ras-ras tertentu dia memberikan kecenderungan memberikan peluang penyakit yang lebih besar. Keempat ada faktor gender. Laki-laki lebih berisiko karena lebih sering melakukan kehidupan rumahnya jadi lebih berisiko," tambahnya.
Sementara itu, faktor yang bisa diobati yakni obesitas, kebiasaan merokok, sakit jantung, kurang olahraga, dan sering konsumsi alkohol.
Terakhir, untuk peluang hidup bagi seseorang yang mengalami pecah pembuluh darah, tergantung pada pembuluh darah mana yang pecah, seberapa luas pembuluh darah pecah, dan seberapa lama dia mendapatkan pertolongan.
"Semakin cepat mendapatkan pertolongan semakin besar kemungkinan untuk hidup. Selain itu, kalau ditangani kurang dari 4 jam setelah kejadian, bisa jauh lebih bagus dan bisa mendekati normal.”
“Tapi kalau pertolongannya terlambat itu risikonya lebih besar bisa meninggal," tuturnya.
(*)