Menilik kasus yang terjadi pada jenazah SMW, Putra mengatakan bahwa hal ini serupa dengan kondisi mati seluler.
"Mati seluler adalah kondisi jenazah sudah mati somatis, tapi sel-selnya masih berfungsi. Jadi, ini bisa menjadi dasar kenapa sudah dikatakann mati somatis, tapi masih bisa ada otot-otot yang bergerak karena sel-selnya masih ada yang hidup," ujar Putra.
"Ini sering disebut sebagai reaksi supravital. kejadian ini bisa sampai 2 jam dari mati somatis," lanjut dia.
Di sisi lain, Putra mengatakan bahwa saat ini tanda-tanda seseorang telah meninggal telah dapat diketahui berdasarkan alat-alat yang ada di rumah sakit.
"Seiring kemajuan teknologi, kalau di rumah sakit ini dengan adanya alat rekam jantung, jadi secara kematian klinis kelihatan nanti tanda kematian primernya berhenti," ujar Putra.
Ia menambahkan, sejumlah alat rumah sakit yang dapat memberi tahu tanda kematian seseorang yakni elektrokardiogram (EKG) dan elektroensefalogram (EEG).
Diketahui, EKG atau alat rekam jantung berfungsi untuk mendeteksi kelainan dengan mengukur aktivitas listrik yang dihasilkan oleh jantung.
Sementara, EEG merupakan salah satu tes yang digunakan untuk mengukur aktivitas kelistrikan dari otak untuk mendeteksi adanya kelainan dari otak.
"Jika pada EKG gambarnya sudah datar, itu seseorang dinyatakan meninggal," ujar Putra.
Apabila pasien sedang dirawat di ruang ICU, tanda kematian ditentukan dengan menentukan mati batang otak.
Petugas medis pun harus mendapatkan waktu yang tepat untuk melepaskan alat bantu yang terpasang pada pasien.
(*)