Kata Pri, strategi mitigasi yang perlu dilakukan Pertamina di sisa tahun ini akan sangat bergantung pada penyebab utama dari kerugian yang timbul pada paruh pertama lalu.
"Perlu dilihat apa yang menjadi penyebab utama dari kerugian sebesar itu. Karena dengan tingkat kerugian sebesar itu, meskipun demand dan pasar migas sudah mulai pulih, tentu akan memperberat upaya dalam bisa membukukan laba di tahun ini," terang Pri.
Tiga Penyebab Rugi
Dihubungi terpisah, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman membeberkan tiga alasan kerugian yang diderita Pertamina.
Pertama, terjadinya penurunan harga minyak mentah dunia.
Kedua, penurunan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri hingga mencapai 30% saat masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Ketiga, pergerakan nilai tukar dollar yang berdampak pada rupiah sehingga terjadi kerugian selisih kurs di Pertamina.
"Sepanjang Semester I-2020 Pertamina menghadapi triple shocks," kata Fajriyah saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (24/8/2020).
Dia juga berdalih bahwa dari sisi Laba Operasi dan EBITDA Pertamina berhasil mencapai kinerja positif, masing-masing sebesar US$ 443 juta dan US$ 2,61 miliar.
"Menunjukkan kegiatan operasional tetap berjalan dengan baik," sebut Fajriyah.
Kata dia, Pertamina masih optimistis akan ada pergerakan positif hingga akhir tahun nanti, sehingga bisa meraih laba.
Hal itu tak lepas dari perkembangan terkini, mengingat harga minyak dunia yang sudah naik perlahan serta konsumsi BBM industri maupun retail yang juga semakin meningkat.
"Pertamina optimis sampai akhir tahun akan ada pergerakan positif sehingga ditargetkan laba juga akan positif," pungkas Fajriyah.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul: Pertamina yang Rugi, Ahok yang Dibully, Ini Tiga Penyebab Pertamna Rugi Hingga Rp 11 Triliun (*)