Grid.ID - Ahok kini menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina.
Kini jabat sebagai orang penting di PT Pertamina, Ahok diminta bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi di perusahaan milik negara tersebut.
Termasuk kerugian yang dialami PT Pertamina di kepemimpinan Ahok belum lama ini yang disebut mencapai Rp 11 triliun.
Di semester I-2020, PT Pertamina dilaporkan mengalami kerugian senilai US$767,91 juta setara Rp 11,13 triliun (mengacu kurs Rp14.500 per dolar AS).
Terkait hal tersebut, segelintir warganet langsung menghujat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang sekarang menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina.
Berikut hujatan-hujantan yang ditujukan kepada Ahok sebagaimana dilansir dari laman media sosial Twitter.
"Kagak nurunin BBM.. masih juga rugi, ambyarrr Ahok.." tulis akun @BebAyu28.
"Ahok kenapa lagi dia? Kok trending," tulis akun @mugiRhrj.
"Rugi Mulu..!! Katanya Ahok membawa angin segar Kalao rugi yg segar apanya..!!" tulis akun @Arulbaex.
"Harga BBM gak turun masih rugi.wkwkkw Klo gak ada pak Ahok Pertamina bisa rugi 50 T loh...trimakasi pak ahok," tulis kaun @ferwandes.
"Ahok menurut gua wajar merugi orang" dlm 5 bln terakhirkan jarang keluar. Maka dari itu sobat kurun yg pinter" tolong otaknya di pake dikit jangan sampe bertitel tapi otaknya gak wkwkwk," tuis akun @BayKadek.
"Untung ada Ahok Pertamina cuma rugi 11T, kalo nggak Pertamina bakal rugi 12T," tulis akun @_go_ne_.
"Untung ada Ahok. Kalau tidak ada beliau, kerugian Pertamins bisa mencapai Rp 55 T," tulis akun @WisnuRamadi.
"Ahok hebat donk," tulis akun @gerendelopat.
"Ahok Komut Pertamina: Kemarin Terdepak dari Fortune Global, Sekarang Rugi Rp11,327 Triliun," tulis @Nggedabbruz.
"Kadrun Bodoh, kerugian ini terjadi akibat kurangnya konsumsi BBM di masa sulit, otomatis tidak ada pemasukan bahkan rugi. Kenapa malah hujat Ahok? Maksudnya kalian kalau rizieq jd presiden lalu segalahnya berjalan lancar?" tulis akun @AnakLolina2.
Rugi Wajar Selama Pandemi
Kinerja PT Pertamina (Persero) di semester I-2020 kurang menggembirakan setelah membukukan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai US$ 767,91 juta (Rp11,13 triliun).
Capaian ini berbalik dari Semester I tahun lalu yang masih meraih laba bersih sebesar US$ 659,95 juta.
Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, industri minyak dan gas (migas) di masa pandemi covid-19 ini memang cenderung merugi.
Sebabnya, perusahaan migas terpukul dari dua sisi, baik hulu maupun hilir.
"Saya kira kondisi Pertamina juga demikian. Dihadapkan pada harga minyak yang rendah dan konsumsi sektor pengguna BBM dan gas masih relatif rendah," sebut Komaidi kepada Kontan.co.id, Senin (24/8/2020).
Meski begitu, Komaidi berpandangan bahwa Pertamina memiliki peluang untuk memperbaiki kinerja pada sisa tahun ini.
Hal itu dapat dikejar seiring dengan pemulihan ekonomi di tengah penanganan covid-19 yang meningkatkan konsumsi BBM dan gas.
"Jika pemulihan ekonomi yang sedang diupayakan pemerintah berjalan dengan baik saya kira dampaknya akan positif bagi semua pihak termasuk Pertamina yang sebagian besar pendapatan usahanya dari sisi hilir," kata Komaidi.
Merujuk laporan keuangan yang dipublikasikan pada situsnya, hingga 30 Juni 2020 kerugian yang diderita Pertamina tak lepas dari anjloknya penjualan dan pendapatan usaha.
Penjualan dalam negeri minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi dan produk minyak tercatat hanya US$ 16,56 miliar atau merosot 20,91% dibandingkan semester I-2019.
Secara keseluruhan, total penjualan dan pendapatan usaha lainnya sebesar US$ 20,48 miliar di akhir Juni 2020. Lebih rendah 19,81% dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 25,54 miliar.
Pengamat migas dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto memang mengamini pandemi covid-19 yang memukul demand migas telah menekan kinerja perusahaan yang bergerak di sektor ini.
Kendati begitu, dia menilai perlu dilihat lebih rinci lagi, apa saja penyebabnya Pertamina bisa berbalik rugi atau mengalami penurunan laba yang lebih dari 100% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Kata Pri, strategi mitigasi yang perlu dilakukan Pertamina di sisa tahun ini akan sangat bergantung pada penyebab utama dari kerugian yang timbul pada paruh pertama lalu.
"Perlu dilihat apa yang menjadi penyebab utama dari kerugian sebesar itu. Karena dengan tingkat kerugian sebesar itu, meskipun demand dan pasar migas sudah mulai pulih, tentu akan memperberat upaya dalam bisa membukukan laba di tahun ini," terang Pri.
Tiga Penyebab Rugi
Dihubungi terpisah, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman membeberkan tiga alasan kerugian yang diderita Pertamina.
Pertama, terjadinya penurunan harga minyak mentah dunia.
Kedua, penurunan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri hingga mencapai 30% saat masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Ketiga, pergerakan nilai tukar dollar yang berdampak pada rupiah sehingga terjadi kerugian selisih kurs di Pertamina.
"Sepanjang Semester I-2020 Pertamina menghadapi triple shocks," kata Fajriyah saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (24/8/2020).
Dia juga berdalih bahwa dari sisi Laba Operasi dan EBITDA Pertamina berhasil mencapai kinerja positif, masing-masing sebesar US$ 443 juta dan US$ 2,61 miliar.
"Menunjukkan kegiatan operasional tetap berjalan dengan baik," sebut Fajriyah.
Kata dia, Pertamina masih optimistis akan ada pergerakan positif hingga akhir tahun nanti, sehingga bisa meraih laba.
Hal itu tak lepas dari perkembangan terkini, mengingat harga minyak dunia yang sudah naik perlahan serta konsumsi BBM industri maupun retail yang juga semakin meningkat.
"Pertamina optimis sampai akhir tahun akan ada pergerakan positif sehingga ditargetkan laba juga akan positif," pungkas Fajriyah.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul: Pertamina yang Rugi, Ahok yang Dibully, Ini Tiga Penyebab Pertamna Rugi Hingga Rp 11 Triliun (*)