Laporan Wartawan Grid.ID, Novia Tri Astuti
Grid.ID - Nasib nelangsa tengah dialami seorang bocah di Ngada, Nusa Tenggara Timur.
Bocah bernama Kris (9) ini dipaksa keadaan untuk menjadi orang dewasa meski belum sepantasnya.
Bagaimana tidak? Di usianya yang masih sembilan tahun, Kris harus menjadi tulang punggung untuk adiknya Yoan (7) dan Erto (4).
Baca Juga: Padahal Sudah Diprotes Sang Anak, Ayu Ting Ting Malah Disemprot Ibunya Kalo Kurangi Jadwal Manggung
Melansir dari Kompas.com pada Kamis (27/8/2020), kondisi ini dialami Kris sejak ayahnya meninggalkan keluarganya pada 2017 silam.
Pamit merantau, sang ayah sampai kini tak pernah memberikan kabar kepada keluarganya.
Mirisnya lagi, sang ibu mengalami gangguan jiwa sejak ditinggal pergi oleh ayahnya.
Mau tak mau, kini Kris harus menanggung beban hidup untuk mencukupi kedua adiknya.
Kris sebenarnya merupakan anak kedua dari lima bersaudara.
Mereka dikabarkan sempat hidup bersama neneknya di Kampung Woewali Desa Were 1, Kecamatan Golewa.
Namun setelah sang ibu mengidap gangguan jiwa, mereka memilih tinggal di kebun milik ayahnya.
Sementara si sulung atau kakak Kris yang berusia 12 tahun mencari nafkah ke Kota Bajawa.
Adik bungsunya dibawa pergi oleh sang ibu sejak pergi meninggalkan rumah.
Alhasil, mau tak mau Kris harus menghidupi dua adik yang saat ini ikut denganya.
Hal ini juga dibenarkan oleh Jeremias F Bhobo selaku pemerhati sosial di Ngada.
"Sejak bapak dan mama mereka meninggalkan mereka, si Kris yang umur 9 tahun jadi tulang punggung mereka," ungkapnya.
Untuk mendapatkan uang, Kris bercerita pada Jeremias bahwa ia harus memetik kopi di kebun milik warga.
Hasil upah dari memetik kopi itu akhirnya digunakan Kris untuk membeli beras.
Sejak tiga tahun terakhir, Kris dan dua adiknya itu mengaku tinggal di sebuah pondok kecil tanpa aliran listrik.
Saat malam hari, mereka hanya mengandalkan lampu pelita untuk menerangi gubuk kecil yang ditinggalinya itu.
Tidak hanya nelangsa, di usia kris yang harusnya mengenyam bangku pendidikan juga harus putus sekolah demi melanjutkan hidup.
Tak mengelak, tiga bocah polos itu mengaku ingin melanjutkan sekolah layaknya anak-anak pada umumnya.
Namun sayang, keadaan yang mereka alami berbanding terbaik dengan harapan yang diinginkan.
"Saat saya tanya, apakah ada kemauan mau lanjut sekolah, mereka bilang pasti mau asalkan ada yang membiayai," ungkap Jeremias.
Dihubungi secara terpisah, Kabag Humas Ngada, Marthinus P Langa berjanji akan menginformasikan keberadaan tiga bersaudara itu kepada Camat Golewa.
Untuk menyalurkan bantuan, Marthinus P Langa akan meminta Camat Golewa melacak keberadaan 3 bersaudara tersebut.
"Saya informasikan ini ke Camat Golewa untuk telusuri mereka agar bisa informasikan ke Bupati dan Dinas Sosial. Terima kasih sudah beri informasi ini ke pemerintah," ujar Marthinus kepada Kompas.com, melalui sambungan telepon, Selasa malam (25/8/2020).
Sementara itu melansir dari Serambinews.com, kondisi ekonomi juga membuat seorang anak berusia 14 tahun harus putus sekolah.
Tak hanya putus sekolah, bocah tersebut juga harus bekerja untuk menyambung hidup keluarganya.
Thresia Lipat Lema (14), memilih berhenti sekolah dan memutuskan menjadi buruh ikat rumput laut.
Tinggal di Kampung Timur, kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, bocah tersebut memilih untuk tidak melanjutkan sekolahnya ke SMP.
Thresia merelakan kakak-kakaknya Emanuel Gorang Sili (19) dan Mariana Nugi Molan (17) untuk melanjutkan sekolah.
Sementara Thresia berniat fokus membantu orang tuanya mendapatkan penghasilan.
"Sudah berhenti (sekolah), kasihan orang tua, tidak ada mereka punya uang, tidak ada kerja, sayalah bantu mereka, biarlah berhenti sekolah, nanti kalau ada uang terkumpul bisa lanjut sekolah,’’ujar Thresia, Minggu (9/8/2020).
(*)