Dengan 10 tahun penjara, dia menilai JPU telah menjalankan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan sesuai dengan porsinya.
"Ini bukti hukum kita berlaku untuk semua warga negara. Tidak lepas dia itu siapa. Jika kita melakukan pelanggaran hukum itu ada sanksinya," ujarnya, Senin (14/9/2020).
Sebagai perwakilan keluarga korban IW, pihaknya berharap majelis hakim bisa memberi putusan dengan bijak.
"Tuntutan jaksa ini kami sangat menghargai. Setiap proses penegakan hukum, kami berharap yang terbaik. Kita tinggal lihat bagaimana vonisnya hakim," tandasnya.
Sementara itu kuasa hukum terdakwa, Abdurrahman Saleh menyatakan bahwa keputusan merupakan hak dari JPU.
"Itu hak mereka (JPU) menuntut berapapun atau kebiri dan semacamnya," ujarnya.
Sementara itu pihaknya akan membuktikan bahwa kliennya tidak bersalah dalam pembelaan sidang kedua yang akan berjalan pada Kamis (17/9/2020).
Sebelumnya melansir informasi dari Kompas.com, oknum pendeta di Surabaya dilaporkan telah mencabuli jemaatnya selama enam tahun.
Diduga pelaku HL menggunakan kuasanya sebagai pemimpin gereja untuk melakukan perbuatan bejat tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, mengatakan pendeta berinisial HL itu melakukan pencabulan kepada anak di bawah umur berinisial IW yang saat itu berusia 10 tahun.
Berdasarkan keterangan korban, kata Trunoyudo, tindakan dugaan pencabulan itu berlangsung dari 2005 hingga 2011.
(*)