Grid.ID - Indonesia dan seluruh dunia untuk pertama kalinya memperingati 'Hari Kesetaraan Upah Internasional' pada 18 September.
Hari internasional ini menandai komitmen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap hak asasi manusia dan menentang segala bentuk diskriminasi, termasuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan. Menurut data global, perempuan dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki, dengan perkiraan kesenjangan upah sebesar 16 persen.
Perempuan memperoleh 77 sen dari setiap satu dolar yang diperoleh laki-laki untuk pekerjaan yang bernilai sama – dengan kesenjangan yang bahkan lebih besar bagi perempuan yang memiliki anak.
Kesenjangan upah ini memberikan dampak negatif bagi perempuan dan keluarganya.
Situasi ini bahkan semakin meningkat selama pandemi COVID-19.
Pemantauan ILO: COVID-19 dan dunia kerja: Edisi ke-5, diterbitkan pada Juli, menemukan bahwa banyak pekerja perempuan mendapatkan dampak berbeda selama pandemi.
Dampak berbeda COVID-19 terhadap pekerja perempuan terkait dengan besarnya keterwakilan mereka dalam sektor-sektor perekonomian yang paling terkena dampak krisis ini, seperti akomodasi, makanan, penjualan dan manufaktur.
Perempuan juga terepresentasi secara besar dalam pekerjaan di perekonomian informal yang tidak memiliki asuransi kesehatan dan perlindungan sosial.
Selaras dengan kondisi global, perempuan Indonesia memperoleh pendapatan 23 persen lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Kendati lebih banyak pekerja perempuan yang memiliki gelar D3/D4 atau sarjana dibandingkan laki-laki, pendidikan yang lebih tinggi tidak mempersempit kesenjangan upah berdasarkan gender.
Bahkan pekerja perempuan dengan tingkat pendidikan sarjana mendapatkan upah yang cukup rendah dibandingkan laki-laki.
Baca Juga: Sukses dan Mandiri, Ayu Ting Ting Beri Seluruh Penghasilannya ke Ibunya
Perempuan Indonesia pun masih banyak berada di pekerjaan informal.
Menurut Kementerian Keuangan, kurang dari 50 persen perempuan yang berada di angkatan kerja bekerja sebagai profesional dan hanya 30 persen yang menduduki posisi manajerial di mana mereka dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Ida Fauziyah, menegaskan bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 100 tentang Kesetaraan Upah pada 1958, lebih dari 60 tahun lalu.
Pentingnya kesetaraan upah bagi pekerja laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan bernilai sama tidak mengalami perubahan.
“Mempertimbangkan kesenjangan gender di pasar kerja kita saat ini, kementerian saya, bersama dengan semua mitra sosial kami dan organisasi internasional, terus mendorong aksi bersama menentang diskriminasi berbasis gender di tempat kerja."
"Ini saatnya bagi perempuan dan laki-laki untuk dihargai secara setara berdasarkan bakat, hasil kerja dan kompetensi, dan bukan berdasarkan gender,” ujar Menteri Ida.
Hariyadi Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menegaskan Apindo menghormati konsep ksetaraan upah yang tertuang dalam Konvensi ILO No. 100.
Baca Juga: Datang untuk Bawa Pulang Vicky Prasetyo dari Rutan Salemba, Sang Ibunda: Seneng Banget!
“Kami mendorong penerapan kebijakan upah yang netral gender yang juga sejalan dengan peningkatan produktivitas di tempat kerja,” katanya.
Berbicara atas nama seluruh konfederasi serikat pekerja nasional, Elly R. Silaban, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) dan Yorrys Raweyai, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), menekankan peran dan kontribusi penting dari pekerja perempuan di tempat kerja dan perlunya upaya bersama dari serikat pekerja.
“Kita perlu meningkatkan perwakilan perempuan dalam peran pengambilan keputusan dan keterlibatan perempuan dalam mekanisme penetapan dan perundingan upah."
"Perempuan harus dapat mewakili dan berbicara untuk diri mereka sendiri,” kata Elly.
Sementara itu, Yorrys menyatakan bahwa “ini merupakan tanggung jawab bersama dalam menanggulangi ketimpangan ini dan, karenanya, diperlukan upaya bersama untuk mencapai kesetaraan upah untuk semua.”
Untuk terus mempromosikan kesetaraan upah, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan UN Women, dua badan PBB yang memimpin pendirian Koalisi Internasional untuk Kesetaraan Upah (Equal Pay International Coalition/EPIC), bersama dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD).
Koalisi ini bertujuan untuk mencapai kesetaraan upah bagi semua perempuan dan laki-laki dengan mendukung pemerintah, pengusaha, pekerja dan organisasi mereka di tingkat global dan nasional untuk membuat kemajuan nyata dan terkoordinasi menuju tujuan ini.
“Prinsip kesetaraan upah untuk pekerjaan yang bernilai sama telah tertuang dalam Konstitusi ILO tahun 1919."
"Seratus tahun terlalu lama untuk menunggu dan kita semua harus bekerja sama untuk mewujudkan kesetaraan upah untuk pekerjaan bernilai sama menjadi kenyataan."
"ILO terus mendukung Indonesia mewujudkan kesetaraan upah di negara ini,” ungkap Michiko Miyamoto, Direktur ILO untuk Indonesia.
“Apabila kita tidak mengatasi ketimpangan sistematis yang menempatkan perempuan dalam pekerjaan yang berupah dan bernilai rendah, serta kondisi kerja tidak fleksibel yang membatasi kesempatan mereka, maka kita tidak akan dapat menutup kesenjangan upah berdasarkan gender ini,” kata Jamshed Kazi, Perwakilan UN Women Indonesia dan Penghubung untuk ASEAN.
“UN Women terus menjalin kerja sama erat dengan Pemerintah Indonesia dan para pemangku kepentingan lainnya dalam meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan, termasuk dengan sektor swasta untuk mengatasi kesejangan upah berdasarkan gender dan menghapus diskriminasi di tempat kerja melalui penerapan Prinsip-prinsip Pemberdayaan Perempuan.”
Di tengah pandemi, peringatan pertama Hari Kesetaraan Upah Internasional menjadi kesempatan bagi semua aktor pasar kerja untuk mengambil langkah-langkah penting untuk memastikan kesetaraan upah sebagai bagian dari upaya respons dan pemulihan COVID-19.
Baik ILO maupun UN Women menyerukan aksi yang dapat dilakukan di tingkat nasional, di antaranya, menghapuskan bias dan stereotip gender, mempromosikan manajemen sumber daya yang ramah keluarga, berbagi tanggung jawab keluarga secara setara dan menghargai pekerjaan rumah tangga dan perawatan tidak berbayar yang sering kali dibebankan pada perempuan, membentuk skema pengupahan yang transparan dan adil, melibatkan perempuan dalam kepemimpinan usaha dan serikat serta memungkinkan kebijakan yang mendorong kesetaraan gender di tempat kerja
(*)