“Ketika kita bikin suatu karya, tidak melulu harus dari apa yang di luar diri kita tetapi juga perjalanan hidup kita. Ini yang berusaha saya tampilkan,” ujar Sekar kepada Tompi pada salah satu episode.
Berperan ganda sebagai ibu dan perempuan yang berkarya, tak membuat semangatnya padam. Sekar justru berhasil membuktikan kemandiriannya lewat sejumlah prestasi di bidang seni.
Penjelajahan Tompi kemudian berlanjut di tanah Bugis-Makassar. Di sana, Tompi menemukan sesosok nelayan perempuan yaitu Nurlina.
Perjuangan Nurlina menepis diskriminasi gender dan perlakuan yang kontras antargender di daerah tempatnya tinggalnya membuat Tompi kagum.
Tradisi masyarakat di desa tempatnya tinggal di Kabupaten Pangkep, Pulau Sabangko, sebenarnya tidak menerima seorang perempuan menjalani profesi sebagai nelayan.
Awalnya, Nurlina pun dicibir. Namun, ia tidak menggubris pandangan negatif masyarakat desanya. Menurutnya, perempuan dapat menjadi apa saja yang diinginkannya.
“Semuanya boleh dilakukan demi mempertahankan hidup dan hak,” kata Nurlina.
Lama-kelamaan ia malah menginspirasi ibu-ibu di desanya untuk berani menjalani profesi apapun, termasuk jadi nelayan, untuk mencari nafkah. Ia malahan menjadi motor kemajuan di desanya.
Tak hanya tangguh mengarungi lautan, Nurlina bahkan berhasil membungkam sitgma masyarakat di tempatnya tinggal.
Kembali ke Ibukota, Tompi kembali menemui sosok perempuan tangguh. Ia adalah Siti Soraya Cassandra.