Find Us On Social Media :

Tentara Kopassus Sempat Hadapi Dukun yang Kebal Senjata hingga Harus Gunakan Kekerasan, Tim Baret Merah Lakukan Penyerbuan hingga Taklukkan Mbah Suro

By None, Sabtu, 3 Oktober 2020 | 07:32 WIB

Tentara Kopassus Sempat Hadapi Dukun yang Kebal Senjata hingga Harus Gunakan Kekerasan, Tim Baret Merah Lakukan Penyerbuan hingga Taklukkan Mbah Suro

Grid.ID - Tentara Kopassus sempat menghadapi dukun kebal senjata yang dianggap sebagai anggota maupun simpatisan PKI.

Gagal melalui jalan damai, para tentara kopassus terpaksa melakukan penyerbuan terhadap para dukun yang dianggap kebal senjata.

Kemahiran tentara kopassus yang tak diragukan lagi membuat dukun yang kebal senjata itu berhasil ditakhlukkan.

Pernah ada suatu cerita bahwa mereka sempat menghadapi para dukun yang kebal senjata.

Rupanya ada peristiwa bersejarah mengapa Kopassus bertemu dengan para dukun ini.

Siapa sangka, kejadian tersebut masih berkaitan dengan G30S/PKI.

Baca Juga: Berjuang Mati-matian Demi Mempertahankan Timor Leste, Pasukan Kapten Prabowo Subianto Bertempur Sengit Melawan Kelompok Fretilin yang Berusaha Merebut Timor Timur dari NKRI: Tangkap Nicolao Lobato Hidup atau Mati!

Lalu apa yang dilakukan para prajurit Kopassus untuk menghadang para dukun tersebut?

Cara kekerasan pun tetap dilakukan, pasalnya ini berkaitan dengan mandat bela negara.

Kopassus memang terkenal mampu menumpas gerakan pemberontakan.

Salah satunya adalah penumpasan komunis di Pulau Jawa.

Pada 1965-1966 pascameletusnya pemberontakan G30S PKI, negara dalam keadaan genting.

Kopassus yang dulu bernama RPKAD diturunkan untuk mengendalikan situasi.

Baca Juga: Kini Jadi Menteri Pertahanan, Siapa Sangka Prabowo Subianto Pernah Pimpin Perang di Timor Leste, Buru Orang Paling Berbahaya Ini

Kisah ini dikutip dari buku "Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando" karya Hendro Subroto.

Berkobarnya tragedi G30S PKI yang menculik para jenderal pada 30 September 1965, memang berbuntut panjang.

Satu di antaranya perburuan terhadap mereka yang dianggap sebagai anggota maupun simpatisan PKI.

Perburuan, dan penangkapan itu dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia yang diduga sebagai basis PKI.

Pada 1967, perburuan terhadap simpatisan dan anggota PKI dilakukan di kawasan yang terletak antara Cepu dan Ngawi.

Baca Juga: Tanpa Baku Tembak dan Hanya Modal Kain Putih, 30 Prajurit Kopassus Berhasil Bikin Ribuan Pemberontak Kongo Gemetar Ketakutan dan Menyerah

Peristiwa itu tepatnya, di Desa Ninggil.

Siapa sebenarnya Mbah Suro?

Nama asli Mbah Suro adalah Mulyono Surodihadjo.

Mbah Suro merupakan seorang mantan lurah yang dibebastugaskan akibat kesalahannya sendiri.

Setelah lengser sebagai lurah, Mbah Suro membuka praktik sebagai dukun yang mengobati orang sakit.

Namun, belakangan beredar kabar kalau Mbah Suro juga dikenal sebagai dukun kebal, hingga ia disebut sebagai Mbah Suro atau Pendito Gunung Kendheng.

Baca Juga: Dulunya Sebut Indonesia Penjajah Namun Kini Merengek Minta Bantuan, Inilah Kisah Xanana Gusmao Kala Dibekuk Tim Pemburu Kopassus

Pergantian nama baru menjadi Mbah Suro juga diikuti dengan perubahan penampilannya.

Salah satunya adalah memelihara kumis tebal, dan rambut panjang.

Mbah Suro melakukan berbagai kegiatan yang berbau klenik, dan menyebarkan kepercayaan Djawa Dipa.

Mbah Suro juga sering memberi jampi-jampi atau mantera dan air kekebalan kepada para muridnya.

Banyak pengikutnya yang percaya, diri mereka telah menjadi kebal terhadap senjata tajam, dan senjata api.

Baca Juga: Berkat Aksi Penyelamatan 3 Menitnya yang Legendaris, Kopassus Masuk Jajaran Pasukan Khusus Paling Mematikan di Dunia, Sejajar dengan Navy Seal dan SAS

Pemerintah, khususnya pihak militer melihat Mbah Suro telah ditunggangi oleh PKI.

Oleh karena itu, Panglima Kodam VII/Diponegoro memerintahkan untuk menutup padepokan tersebut.

Menurut Hendro, penutupan itu terpaksa dilakukan melalui jalan kekerasan.

"Pangdam terpaksa memerintahkan agar penutupan dilakukan dengan jalan kekerasan, karena segala upaya jalan damai yang ditempuh telah menemui jalan buntu," tulis Hendro dalam bukunya

Akhirnya, Kodam VII/ Diponegoro beserta satu Kompi RPKAD (Sekarang Kopassus) di bawah pimpinan Feisal Tanjung menyerbu padepokan Mbah Suro.

Baca Juga: Siapa Sangka Duet Maut Prabowo Subianto dan Luhut Binsar Pandjaitan Pernah Lahirkan Sat-81 Kopassus, Pasukan Elit yang Kerjanya Hanya dalam Hitungan Menit

Mbah Suro Ditaklukkan

Mbah Suro pun berhasil ditaklukkan dalam penyerbuan itu.

Soeharto Gunakan 4 Tahap Sistematis untuk Menumpas Gerakan G30S/PKI.

Peristiwa kekejaman G30S/PKI meninggalkan coretan hitam dalam sejarah bangsa Indonesia.

Pada 30 September 1965, terjadi penculikan dan pembunuhan enam jenderal yang merupakan perwira tertinggi TNI serta satu perwira berjabatan kapten.

Baca Juga: Bak Manusia Super, Inilah 3 Pasukan Khusus TNI yang Punya Kemampuan Tempur di Atas Rata-rata, Dihormati dan Ditakuti Militer Negara Lain!

Bahkan menteri atau Panglima AD Ahmad Yani tidak luput dari sasaran.

Saat itu, satuan TNI AD mengalami guncangan hebat akibat aksi G30S/PKI.

Para perwira TNI AD ingin melakukan tindakan akibat peristiwa kelam yang telah merenggut jenderal TNI tersebut.

Dikutip dari pernyataan Drs. Nugroho Notosusanto, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan IV yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1966.

Pada tanggal 1 Oktober 1965, Mayor Jenderal Soeharto, Panglima Kostrad menerima informasi bahwa sesuatu yang serius telah terjadi.

Baca Juga: Selalu Buat Panik Pasukan Belanda, Inilah Pasukan 'Harimau' yang Melindungi Bung Karno, Terkenal Paling Misterius dan Disebut Lebih Hebat dari Kopassus

Jenderal Yani dan beberapa pejabat tinggi Angkatan Darat telah diculik atau dibunuh oleh suatu gerombolan bersenjata.

Beliau segera berangkat menuju ke Markas Kostrad di Medan Merdeka Timur untuk menganalisa keadaan.

Beliau mengambil kesimpulan bahwa telah terjadi suatu pengkhianatan oleh sesuatu komplotan kontra-revolusioner.

Hilangnya Jenderal Yani selaku Men/Pangad menyebabkan kekosongan di lingkungan Angkatan Darat, itu merupakan sesuatu hal yang amat berbahaya.

Soeharto dengan advis dari beberapa perwira tinggi TNI memutuskan untuk memegang pimpinan Angkatan Darat sementara situasi belum jelas.

Baca Juga: Sempat Kecewakan Penggemar yang Melejitkan Namanya Lantaran Tiba-tiba Ogah Temui Meski Sudah Ditemani Personel Kopassus, Iqbaal Ramadhan Ternyata Anak dari Petinggi BUMN yang Bukan Kaleng-kaleng!

Setelah mengadakan kontak dengan Panglima Daerah Militer V/Jakarta, Soeharto berpikir cepat dan bertindak cepat.

Tindakan pertama, diusahakan untuk menetralisir pasukan-pasukan yang masih mengambil stelling di sekitar Medan Merdeka.

Pada jam 16.00, Yon 530 Para (kecuali satu kompi yang dibawa oleh Dul Arief) sudah menarik diri dari stelling dan dibawah pimpinan Wadan Yon Kapten Sukarbi melaporkan diri kepada Soeharto.

Sayang, sisa pasukan Yon 454 Para terus disalahgunakan oleh “G30S" hingga mereka mengundurkan diri ke Pangkalan Angkatan Udara (PAU) Halim dan berhasil dicerai-beraikan disana oleh pasukan RPKAD.

Tahap kedua, Soeharto memerintahkan untuk menduduki kembali gedung Pusat Telekamunikasi dan RRI.

Baca Juga: Nasionalismenya Diragukan Lantaran Kepergok Bawa Bendera Tauhid, Enzo Allie Anggota TNI Ganteng Blasteran Prancis Ungkap Keinginannya Pada Prabowo Subianto

Tugas itu diserahkan kepada RPKAD dengan catatan: sedapat mungkin menghindarkan pertumpahan darah.

RPKAD dengan manuver yang jitu dalam waktu 20 menit saja telah berhasil menduduki kedua gedung itu tanpa melepaskan satu tembakan pun.

Tahap ketiga, pada jam 20.00 WIB Soeharto berbicara di depan radio, menjelaskan kepada seluruh Rakyat Indonesia apa yang telah terjadi dan menerangkan tindakan-tindakan apa yang telah beliau ambil.

Dengan tegas “G30S" disebut gerakan kontra-revolusioner.

Dengan serta-merta seluruh Rakyat merasa lega karena tahu duduk persoalan yang sesungguhnya dan tahu bahwa siaran-siaran “G30S" sebelumnya adalah palsu.

Baca Juga: Bikin Pentagon Ketakutan, TNI dengan Mudah 'Lumpuhkan' Pasukan AS dengan 'Ilmu Hantu,' dari Debus Tenaga Dalam hingga Kebatinan yang Buat Terheran-heran

Tahapan keempat, Soeharto mulai memberikan pukulan maut kepada komplotan “G30S"

Yakni merebut PAU Halim. Tugas itu dipercayakan kepada RPKAD dengan bantuan Yon 328 Para “Kudjang”/Siliwangi.

Tugas konsolidasi di dalam kota diserahkan kepada Kodam V/Jaya dengan bantuan KKO/AL dan BRIMOB/AKRI.

Tahapan keempat itu baru dilaksanakan keesokan harinya pada tanggal 2 Oktober 1965, dan berhasil dengan baik dengan hanya makan seorang korban.

Baca Juga: Tak Mau Ribet-ribet, Pasukan TNI Lebih Suka Memakai Bahasa Jawa untuk Memudahkan Istilah Teknis Senapan AK-47

Dengan demikian selesailah sudah kisah petualangan “G-30-S" di ibukota.

Caranya menyelesaikan dilakukan dengan gaya khas Pak Harto: tenang tapi tegas dan pasti, tahap yang satu disusul dengan tahap yang berikutnya di dalam urut-urutan yang serasi.

Artikel ini telah tayang di laman Intisari dengan judul: Siapa Sangka, Kopassus Pernah Gerebek Padepokan Dukun Kebal Senjata, Rupanya Ada Alasan Logis Penggerebekan Terjadi, Ini Cerita Lengkapnya (*)