"Sudah terbukti berarti orangnya seperti apa. Sekala prioritasnya sudah terbukti apa yang di atas apa yang di bawah. Dan lagi lagi dilakukan dengan sembunyi-sembunyi," tururnya
"Kalau melakukan sesuatu yang jelas sangat open. Kalau sembunyi-sembunyi ya begitu dikira-kita aja sendiri," tambahnya.
Melanie sendiri menolak UU Cipta Kerja tersebut. Karena menurutnya, tanpa ini pun masyarakat bawah sudah cukup kesulitan.
Selain memang alasan historis juga para pahlawan yang berjuang melawan penjajah.
"Kenapa perlu bersuara? Karena kita setengah mati punya pahlawan dulu yang pengin membebaskan kita dari penjajah. Kok kita dijajah sendiri kita diem?" tegasnya
"Masyarakat tanpa diketok palu aja udah serba susah dengan ada pandemi segala macem. Yang keimbas tuh masyarakat bawah bukan mereka yang ada AC dan tidur enak," imbuhnya.
Seperti diketahui pengesahan RUU Cipta Kerja dilakukan dalam rapat paripurna ke-7 masa persidangam 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Pengesahan ini seyogyanya bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama pada Kamis (8/10/2020). Akan tetapi dipercepat pada tanggal Senin (5/10/2020).
Di satu sisi, pengesahan RUU Cipta Kerja ini mendapatkan penolakan dari berbagi macam masyarakat.
Bukan tanpa alasan, Omnibus Law dinilai bisa membawa dampak negatif bagi kesejahteraan buruh.
Dengan tebal lebih kurang 99 halaman, UU Cipta Kerja, yang baru saja disahkan, terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Di dalamnya, UU Cipta Kerja mengatur berbagai hal, mulai dari ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup. (*)