Find Us On Social Media :

Empat Hari Mojok di Rumah Kosong, Tiga Pasangan ABG Kepergok Gelar Pesta Seks!

By Novia, Jumat, 9 Oktober 2020 | 16:30 WIB

Kasat Reskrim Polres Pidie, Iptu Ferdian Chandra

Akhirnya, ketiga pasangan itu diamankan dengan Pasal 25 Juncto Pasal 23, dan Pasal 37 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.

Kendati demikian, berkas perkara mereka akan dibuat secara terpisah, mengingat keenam pelaku masih di bawah umur.

Baca Juga: Tak Ada Kapoknya, Pelaku Pelecehan Seksual terhadap Anak di Bawah Umur Akhirnya Diringkus Setelah Kembali Melakukan Aksi Bejat dengan Iming-Iming Ponsel dan Pulsa!

"Kita masih mendalami kasus tiga pasangan yang ditangkap di rumah kosong tersebut," pungkas Kasat Reskrim Polres Pidie, Iptu Ferdian Chandra MH.

Sementara itu melansir informasi dari Kompas.com, beberapa waktu lalu, pasangan kumpul kebo telah diatur pada pasal 419 di Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Pada draf awal, pasal itu diketahui telah mengatur bahwa pasangan kumpul kebo dapat dipidana apabila ada aduan dari suami, istri, orang tua dan anak.

Baca Juga: Kencan Pertama Seorang Duda dengan Wanita yang Baru Dikenal Berujung Maut, Saksi Mata: Dia Tidak Bisa Menghentikan Mobilnya!

Namun, pasal itu akhirnya direvisi dan hasil revisi disahkan dalam rapat kerja Komisi III serta pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Pasal 419 Ayat (1) menyatakan, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Kemudian Ayat (2) tertulis bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak dapat dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua atau anaknya.

Baca Juga: Dinilai Tak Mendengarkan Aspirasi Rakyat Gegara Presiden Jokowi Melakukan Kunjungan ke Kalimantan Tengah, Persatuan Buruh Indonesia: Harusnya Hadapi Kami yang Ingin Ketemu!

Tak berhenti sampai situ, ada penambahan Ayat (3) yang menyatakan, pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dapat juga diajukan kepala desa atau dengan sebutan lainnya, sepanjang tidak terdapat keberatan dari suami, istri, orang tua atau anaknya.

Namun, perubahan pasal itu akhirnya menuai kontra dan kritik dari sejumlah masyarakat.

Pasal hasil revisi dinilai akan memperburuk penegakan hukum sekaligus menimbulkan potensi kesewenang-wenangan.

(*)